Ajaran Sunan Bonang dibukukan dan dikaji untuk generasi sekarang. Karya-karyanya yang lebih bersifat karya budaya itu ternyata juga sarat dengan ajaran agama kelas tinggi, pencapaian hikmah.
Sunan Bonang adalah salah seorang dari Wali Songo (Wali Sembilan) yang mengawali proses Islamisasi penduduk di Pulau Jawa. Ajaran atau ilmu para wali tentu penting untuk kita ketahui. Sayangnya, sulit sekali menemukan tulisan peninggalan para wali itu. Atau, mungkin, tidak semua para wali menuliskan ajarannya. Seorang wali yang meninggalkan warisan tertulis adalah Sunan Bonang.
Karya Sunan Bonang yang sangat masyhur adalah Suluk Wujil. Walaupun, umumnya peninggalan tertulis Sunan Bonang itu lebih diperlakukan sebagai karya sastra, bukan sebagai karya keagamaan. Dalam khasanah sastra di Indonesia, dikenal adanya karya sastra suluk, sastra primbon dan sastra wirid. Ketiga jenis sastra itulah yang oleh seorang peneliti, Dr. Simuh, disebut Kepustakaan Islam Kejawen.
Karya sastra suluk dan sastra wirid mempunyai kandungan isi ajaran tasawuf, atau ajaran mistik Islam. Karya sastra primbon mencakup berbagai ajaran yang hidup dalam tradsii Jawa. Misalnya ngelmu petung (ilmu menghitung keberuntungan), ramalan (nujum), guna-guna, dan lain-lain.
Suluk Wujil termasuk karya sastra yang berusia cukup tua. Diperkirakan Suluk Wujil ditulis pada abad ke XVII, yakni pada zaman pemerintahan Pangeran Seda Krapyak. Jika Anda menjumpai atau membaca kitab Suluk Wujil mungkin sekali itu bukan buku aslinya, melainkan hasil salinan. Karena buku Suluk Wujil memang sudah berkali-kali disalin, sehingga kita bisa membaca salinan dari salinan.
Orang asing ada yang mengatakan, Suluk Wujil itu sebagai Ajaran Rahasia Sunan Bonang. Atau dalam bahasa Belanda: De Geheime Leer van Soenan Bonang. Mengapa disebut ajaran rahasia? Bukankah ajaran itu perlu diajarkan dan dipelajari? Mungkin maksudnya tidak semua orang boleh membaca buku Suluk Wujil. Sebab kemampuan pikiran seseorang tidak sama satu dan yang lain. Ilmu itu bertingkat-tingkat ketinggiannya. Begitu juga pola pikir dan tingkatan pikiran seseorang tidaklah sama dengan orang lainnya. Jika kemampuan seseorang masih rendah, memaksakan diri mempelajari ilmu yang terlalu tinggi, akibatnya bisa negatif.
Dalam masyarakat itu, ada kepercayaan, bila seseorang yang ilmunya masih rendah, kemudian mempelajari ilmu yang terlalu tinggi, maka orang itu bisa sakit jiwa atau gila! Lalu apakah yang bersifat rahasia dari Suluk Wujil karya Sunan Bonang itu? Rahasia ini terletak dalam intinya yang paling penting. Sebab isinya memang berkisah tentang seorang santri yang bernama Wujil. Dalam perjalanan mencari ilmu rahasia, Wujil berjumpa dengan Sunan Bonang. Ajaran–ajaran Sunan Bonang yang termaktub dalam Suluk Wujil itu berbentuk Tembang Macapat.
Tembang Macapat adalah puisi klasik Jawa, yang bisa dilagukan (dinyanyikan). Macapat terdiri dari banyak lagu, misalnya: Pangkur, Kinanti, Dandanggula, Sinom, Pocung, Megatruh. dan sebagainya. Serat Suluk Wujil mengandung lagu Dandanggula dan Mijil, serta Aswalalita.
Wujil semula adalah orang Majapahit, yang bekerja mengabdi di istana kerajaan tersebut. Karena haus ilmu agama aka ia berguru kepada seorang ilmuwan bernama Ratu Wahdat. Tetapi, sepuluh tahun sudah ia belajar, belum juga ia diperkenalkan kepada ilmu rahasia. Setelah lama mengabdi sebagai santri, Wujil memberanikan diri meminta diberi ajaran ilmu rahasia. Namun Sang Guru menilai, belum waktunya Wujil belajar ilmu rahasia.
Maka Wujil berkata: “Kang adol warta atuku warti Kumiskum kaya-kaya weruha/ makeki andhe-andhene / awarna kadi kuntul/ana tapa sajoroning warih/ meneng tan kena obah/ tingalipun terus / ambek sadu anon mangsa / lir hanteputihe putih aneng jawi/ining jero kaworan rekta.” Barang siapa menjual belikan ilmu, bersikap sombong, seolah tahu segala-galanya, orang seperti itu ibarat seekor burung bangau, yang berlagak bertapa dalam air, diam tiada gerak, memandang tajam, pura-pura diam mengamati mangsanya, bagai sebutir telur, putih luarnya, merah di dalamnya.”
Namun pada akhirnya, sampai juga saatnya Sang Guru memanggil Wujil, untuk menerima uraian ilmu rahasia. Mengenai kebenaran ilmu itu, sang guru bersumpah, kalau karena ajarannya itu orang harus masuk neraka, sang gurulah yang bersedia masuk neraka sebagai tanggungjawabnya, bukan muridnya.
Ajaran rahasia pertama yang diberikan Sang Guru kepada Wujil adalah berupa pesan, bahwa orang hidup di dunia haruslah berhati-hati, jangan lengah dan tidak boleh bertindak serampangan. Adapun ajaran rahasia yang kedua ialah, mengingatkan, agar manusia menyadari bahwa dirinya hanyalah manusia biasa. Manusia itu hanya ciptaan Tuhan, diadakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusia itu tidak akan ada bila tidak diadakan oleh Tuhannya.
“Ketahuilah dengan sungguh-sungguh, bahwa engkau bukanlah kesejatian, dan kesejatian bukanlah engkau,” ujar Sang Guru. Selanjutnya kepada Wujil dijelaskan, bahwa barang siapa mengenal diri sendiri, seolah-olah ia mengenal Tuhannya. Selanjutnya diajarkan apa arti shalat yang sesungguhnya. Menurut Sang Guru, shalat yang sebenarnya ialah jika orang tahu atau mengerti kepada siapa ia menyembah. Jika orang menyembah tanpa mengetahui siapa yang disembah, itu tidak ada artinya.
Penjelasan selanjutnya, mengenai pentingnya manusia mengenali dirinya sendiri, serta tiada henti-hentinya memuji keagungan Illahi. Orang harus mengetahui di mana letaknya yang berdoa (makhluk) dan siapa yang dituju dengan doa itu (Khalik). Barangsiapa mengetahui dengan benar hal itu, ia berhak menerima anugerah yang besar.
Kepada Wujil juga dijelaskan oleh Sang Guru, bahwa sifat Tuhan jelas berbeda dengan sifat manusia. Namun demikian ada orang yang mengaku atau merasa tahu dan mengenal Tuhannya. Namun, dari kelakuan dan perbuatannya, sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia benar-benar tahu. Buktinya, ia tidak mematuhi ajaran pengendalian hawa nafsu.
Orang yang mengenal Tuhan, ujar Sang Guru, tidak akan meninggalkan kesalehan dalam hidupnya. Orang yang mengenal Tuhan, ia akan mengendalikan hawa nafsunya siang ataupun malam. Ajaran selanjutnya adalah tentang berdoa dan memuji keagungan Allah.
Ajaran selanjutnya ialah, tentang puji. Sang Guru mengatakan kepada Wujil, memuji keagungan Allah di siang hari maupun di malam hari adalah sangat baik. Namun pujian yang baik itu juga ada syaratnya, yakni harus sesuai dengan aturan yang digariskan dalam syariat. Pujian yang dilakukan sesuai dengan aturan, nilainya sama dengan sembahyang selama dua belas tahun. Sebab, menurut Sang Guru, tafakur dengan benar, nilainya sama dengan sembahyang dua belas tahun. Kepada Wujil juga dipaparkan apa arti kebaktian yang unggul. Manusia yang sudah memahami apa arti kebaktian yang unggul akan berbakti tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya ditujukan sebagai pengabdian terhadap Allah SWT. Singkat kata, semua tindak tanduknya adalah sembahyangnya.
Sang Guru pun berpesan kepada Wujil, agar mau dan mampu mengekang hawa nafsu. Pertama, mengekang nafsu bicara. Sebaiknya orang tidak terlalu banyak bicara. Kedua, jangan memaksakan kehendaknya sendiri kepada orang lain. Ketiga, jangan hanya mengikuti kehendak pribadi saja. Mengikuti kehendak pribadi melulu, merupakan jalan yang sesat, menurut Sang Guru.
Sang Guru juga menjelaskan filsafat kematian. Mati itu tidak mudah, ujarya. “Dalam kehidupan ini sukar untuk mati, selagi orang tersebut masih hidup, jarang orang untuk mencapainya.” Itu berarti, untuk mati orang memerlukan persiapan. Selagi orang hanya berpikir segala yang duniawi, ia belum siap untuk mati. Sang Guru juga menjelaskan, bahwa mati itu tidak perlu dijauhi, tidak perlu ditakuti. Sebab, mati merupakan tujuan orang berbakti, tiada lagi yang menghitung-hitung, sebab mati itu kembali ke asalnya. Jika orang masih menghitung-hitung kepentingan duniawi, orang tidak akan berhasil menemukan kematian yang sejati. Untuk bisa menemukannya, orang harus menghilangkan semua hawa nafsunya. Jika orang telah menemukan cara mati yang sempurna, maka kemauan dan kehendak akan menyatu.
Sunan Bonang adalah salah seorang dari Wali Songo (Wali Sembilan) yang mengawali proses Islamisasi penduduk di Pulau Jawa. Ajaran atau ilmu para wali tentu penting untuk kita ketahui. Sayangnya, sulit sekali menemukan tulisan peninggalan para wali itu. Atau, mungkin, tidak semua para wali menuliskan ajarannya. Seorang wali yang meninggalkan warisan tertulis adalah Sunan Bonang.
Karya Sunan Bonang yang sangat masyhur adalah Suluk Wujil. Walaupun, umumnya peninggalan tertulis Sunan Bonang itu lebih diperlakukan sebagai karya sastra, bukan sebagai karya keagamaan. Dalam khasanah sastra di Indonesia, dikenal adanya karya sastra suluk, sastra primbon dan sastra wirid. Ketiga jenis sastra itulah yang oleh seorang peneliti, Dr. Simuh, disebut Kepustakaan Islam Kejawen.
Karya sastra suluk dan sastra wirid mempunyai kandungan isi ajaran tasawuf, atau ajaran mistik Islam. Karya sastra primbon mencakup berbagai ajaran yang hidup dalam tradsii Jawa. Misalnya ngelmu petung (ilmu menghitung keberuntungan), ramalan (nujum), guna-guna, dan lain-lain.
Suluk Wujil termasuk karya sastra yang berusia cukup tua. Diperkirakan Suluk Wujil ditulis pada abad ke XVII, yakni pada zaman pemerintahan Pangeran Seda Krapyak. Jika Anda menjumpai atau membaca kitab Suluk Wujil mungkin sekali itu bukan buku aslinya, melainkan hasil salinan. Karena buku Suluk Wujil memang sudah berkali-kali disalin, sehingga kita bisa membaca salinan dari salinan.
Orang asing ada yang mengatakan, Suluk Wujil itu sebagai Ajaran Rahasia Sunan Bonang. Atau dalam bahasa Belanda: De Geheime Leer van Soenan Bonang. Mengapa disebut ajaran rahasia? Bukankah ajaran itu perlu diajarkan dan dipelajari? Mungkin maksudnya tidak semua orang boleh membaca buku Suluk Wujil. Sebab kemampuan pikiran seseorang tidak sama satu dan yang lain. Ilmu itu bertingkat-tingkat ketinggiannya. Begitu juga pola pikir dan tingkatan pikiran seseorang tidaklah sama dengan orang lainnya. Jika kemampuan seseorang masih rendah, memaksakan diri mempelajari ilmu yang terlalu tinggi, akibatnya bisa negatif.
Dalam masyarakat itu, ada kepercayaan, bila seseorang yang ilmunya masih rendah, kemudian mempelajari ilmu yang terlalu tinggi, maka orang itu bisa sakit jiwa atau gila! Lalu apakah yang bersifat rahasia dari Suluk Wujil karya Sunan Bonang itu? Rahasia ini terletak dalam intinya yang paling penting. Sebab isinya memang berkisah tentang seorang santri yang bernama Wujil. Dalam perjalanan mencari ilmu rahasia, Wujil berjumpa dengan Sunan Bonang. Ajaran–ajaran Sunan Bonang yang termaktub dalam Suluk Wujil itu berbentuk Tembang Macapat.
Tembang Macapat adalah puisi klasik Jawa, yang bisa dilagukan (dinyanyikan). Macapat terdiri dari banyak lagu, misalnya: Pangkur, Kinanti, Dandanggula, Sinom, Pocung, Megatruh. dan sebagainya. Serat Suluk Wujil mengandung lagu Dandanggula dan Mijil, serta Aswalalita.
Wujil semula adalah orang Majapahit, yang bekerja mengabdi di istana kerajaan tersebut. Karena haus ilmu agama aka ia berguru kepada seorang ilmuwan bernama Ratu Wahdat. Tetapi, sepuluh tahun sudah ia belajar, belum juga ia diperkenalkan kepada ilmu rahasia. Setelah lama mengabdi sebagai santri, Wujil memberanikan diri meminta diberi ajaran ilmu rahasia. Namun Sang Guru menilai, belum waktunya Wujil belajar ilmu rahasia.
Maka Wujil berkata: “Kang adol warta atuku warti Kumiskum kaya-kaya weruha/ makeki andhe-andhene / awarna kadi kuntul/ana tapa sajoroning warih/ meneng tan kena obah/ tingalipun terus / ambek sadu anon mangsa / lir hanteputihe putih aneng jawi/ining jero kaworan rekta.” Barang siapa menjual belikan ilmu, bersikap sombong, seolah tahu segala-galanya, orang seperti itu ibarat seekor burung bangau, yang berlagak bertapa dalam air, diam tiada gerak, memandang tajam, pura-pura diam mengamati mangsanya, bagai sebutir telur, putih luarnya, merah di dalamnya.”
Namun pada akhirnya, sampai juga saatnya Sang Guru memanggil Wujil, untuk menerima uraian ilmu rahasia. Mengenai kebenaran ilmu itu, sang guru bersumpah, kalau karena ajarannya itu orang harus masuk neraka, sang gurulah yang bersedia masuk neraka sebagai tanggungjawabnya, bukan muridnya.
Ajaran rahasia pertama yang diberikan Sang Guru kepada Wujil adalah berupa pesan, bahwa orang hidup di dunia haruslah berhati-hati, jangan lengah dan tidak boleh bertindak serampangan. Adapun ajaran rahasia yang kedua ialah, mengingatkan, agar manusia menyadari bahwa dirinya hanyalah manusia biasa. Manusia itu hanya ciptaan Tuhan, diadakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusia itu tidak akan ada bila tidak diadakan oleh Tuhannya.
“Ketahuilah dengan sungguh-sungguh, bahwa engkau bukanlah kesejatian, dan kesejatian bukanlah engkau,” ujar Sang Guru. Selanjutnya kepada Wujil dijelaskan, bahwa barang siapa mengenal diri sendiri, seolah-olah ia mengenal Tuhannya. Selanjutnya diajarkan apa arti shalat yang sesungguhnya. Menurut Sang Guru, shalat yang sebenarnya ialah jika orang tahu atau mengerti kepada siapa ia menyembah. Jika orang menyembah tanpa mengetahui siapa yang disembah, itu tidak ada artinya.
Penjelasan selanjutnya, mengenai pentingnya manusia mengenali dirinya sendiri, serta tiada henti-hentinya memuji keagungan Illahi. Orang harus mengetahui di mana letaknya yang berdoa (makhluk) dan siapa yang dituju dengan doa itu (Khalik). Barangsiapa mengetahui dengan benar hal itu, ia berhak menerima anugerah yang besar.
Kepada Wujil juga dijelaskan oleh Sang Guru, bahwa sifat Tuhan jelas berbeda dengan sifat manusia. Namun demikian ada orang yang mengaku atau merasa tahu dan mengenal Tuhannya. Namun, dari kelakuan dan perbuatannya, sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia benar-benar tahu. Buktinya, ia tidak mematuhi ajaran pengendalian hawa nafsu.
Orang yang mengenal Tuhan, ujar Sang Guru, tidak akan meninggalkan kesalehan dalam hidupnya. Orang yang mengenal Tuhan, ia akan mengendalikan hawa nafsunya siang ataupun malam. Ajaran selanjutnya adalah tentang berdoa dan memuji keagungan Allah.
Ajaran selanjutnya ialah, tentang puji. Sang Guru mengatakan kepada Wujil, memuji keagungan Allah di siang hari maupun di malam hari adalah sangat baik. Namun pujian yang baik itu juga ada syaratnya, yakni harus sesuai dengan aturan yang digariskan dalam syariat. Pujian yang dilakukan sesuai dengan aturan, nilainya sama dengan sembahyang selama dua belas tahun. Sebab, menurut Sang Guru, tafakur dengan benar, nilainya sama dengan sembahyang dua belas tahun. Kepada Wujil juga dipaparkan apa arti kebaktian yang unggul. Manusia yang sudah memahami apa arti kebaktian yang unggul akan berbakti tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya ditujukan sebagai pengabdian terhadap Allah SWT. Singkat kata, semua tindak tanduknya adalah sembahyangnya.
Sang Guru pun berpesan kepada Wujil, agar mau dan mampu mengekang hawa nafsu. Pertama, mengekang nafsu bicara. Sebaiknya orang tidak terlalu banyak bicara. Kedua, jangan memaksakan kehendaknya sendiri kepada orang lain. Ketiga, jangan hanya mengikuti kehendak pribadi saja. Mengikuti kehendak pribadi melulu, merupakan jalan yang sesat, menurut Sang Guru.
Sang Guru juga menjelaskan filsafat kematian. Mati itu tidak mudah, ujarya. “Dalam kehidupan ini sukar untuk mati, selagi orang tersebut masih hidup, jarang orang untuk mencapainya.” Itu berarti, untuk mati orang memerlukan persiapan. Selagi orang hanya berpikir segala yang duniawi, ia belum siap untuk mati. Sang Guru juga menjelaskan, bahwa mati itu tidak perlu dijauhi, tidak perlu ditakuti. Sebab, mati merupakan tujuan orang berbakti, tiada lagi yang menghitung-hitung, sebab mati itu kembali ke asalnya. Jika orang masih menghitung-hitung kepentingan duniawi, orang tidak akan berhasil menemukan kematian yang sejati. Untuk bisa menemukannya, orang harus menghilangkan semua hawa nafsunya. Jika orang telah menemukan cara mati yang sempurna, maka kemauan dan kehendak akan menyatu.
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?