Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Buku

Memulihkan Sekolah, Memulihkan Manusia

Banyak orang mulai meragukan sekolah. Posisinya yang diberi mandat penting, untuk melahirkan manusia paripurna, dipertanyakan ulang. Kebiasaan mayoritas masyarakat yang mempertaruhkan nasib generasi penerusnya melalui lembaga ini, patut dipikirkan ulang. Demikian, kesan yang saya rasakan saat membaca bagian awal buku “Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia” yang ditulis oleh Pak Haidar Bagir ini. Kesan ini semakin menguat, tatkala penulis buku mengungkapkan beberapa kesalahan mendasar yang selama ini terus berjalan di dalam sekolah. Baik kesalahan konseptual, maupun praktikal. Mulai dari kerancuan tentang tujuan pendidikan, kesalahpahaman atas hakikat manusia sebagai subjek pendidikan, kekaburan tentang hakikat proses belajar, kemiskinan metode belajar mengajar, kekeliruan dalam penilaian dan berbagai hal lain yang disinyalir penulis sebagai kesalahan.

Semua Ini Indah dan Sederhana

Setiap orang memiliki beragam pertanyaan dalam hidupnya. Pertanyaan untuk kejadian yang sudah dialami, atau yang dianggap akan terjadi dalam kehidupannya. Pertanyaan tentang masa lalu, atau masa depan. Pertanyaan yang terasa membantu, juga yang mengganggu dan menyudutkan. Jangan-jangan, hidup ini merupakan usaha yang tak pernah selesai, untuk menghadirkan sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan(?). Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itulah, yang kelak berpengaruh terhadap hidup ini. Ada jawaban yang menganugerahkan perasaan puas dan lega. Ada jawaban yang membuat seseorang terperosok dalam kubangan pesakitan. Atau bahkan, seseorang malah terus diliputi penasaran yang tiada tara, karena sama sekali tidak pernah menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam hidupnya.

Berargumentasi Yes, Bertengkar No

Bukan hanya sekali, saya menyaksikan orang menjawab pertanyaan atau menyodorkan sanggahan dengan argumentasi yang tidak sahih. Pertanyaan mengarah kepada A, sementara jawaban menuju C. Atau, seseorang menyanggah ucapan orang lain dengan sanggahan yang sulit dimengerti akal sehat. Ada juga, orang yang berusaha memberi penjelasan kepada atasannya. Tetapi penjelasan tersebut malah membuat persoalan semakin rumit. Gambar dari sini Adalah keahlian berargumentasi yang bisa dinyatakan sebagai pembeda, di antara orang-orang seperti di atas. Semakin mahir mengeluarkan argumentasi, maka semakin mudah seseorang menjalani hidupnya. Sebaliknya, ketidakmampuan seseorang dalam mengeluarkan argumentasi yang benar, akan menjerumuskan dirinya dalam kubangan kesulitan.

Belum Titik

Gambar dari sini Konon, manusia diciptakan dengan sifat khususnya: pelupa. Sifat yang sering sengaja dihadirkan untuk membela diri ketika terpojok. Celakanya, hal apapun bisa saja mereka lupakan. Termasuk Tuhan. Ia seolah hanya “dihadirkan” dalam saat dan atau kondisi tertentu. Sedangkan dalam banyak kondisi, Tuhan sering “dilupakan” begitu saja. Entah lupa yang disengaja atau karena sifat bawaan tadi. Atau jangan-jangan, karena Tuhan sudah disetarakan dengan hal-hal yang ketinggalan zaman, kadaluarsa, kampungan, kolot, dan dikalahkan dengan barang modern. Sehingga melupakannya adalah perilaku biasa saja. Melalui bukunya yang berjudul “Tuhan yang Kesepian”,   Tasirun Sulaiman mengajak kita untuk kembali mengingat dan mempertanyakan segala sesuatu yang sudah kita anggap final; kita anggap sudah biasa. Sikap kita pada Tuhan, keimanan, agama, hidup, hubungan dengan sesama, dan banyak hal yang sudah kita anggap selesai, kembali diangkat, dipertanyakan, dan dikaji lebih dalam....

Meninjau Ulang "Sekolah"

Pendidikan senantiasa menarik untuk dibahas. Ia selalu mengundang perhatian berbagai kalangan. Baik yang secara langsung berkecimpung di dalamnya, maupun yang sering memposisikan diri sebagai pengamat. Segudang persoalan yang muncul di dalamnya, sering dikatakan orang tidak pernah selesai. Sayangnya, kebanyakan orang lebih senang untuk saling menyalahkan daripada ikut ambil bagian mencari penyelesaian. Sebagai bagian penting dari sitem pendidikan kita, sekolah memiliki posisinya tersendiri. Kita sering terlena dengan mimpi-mimpi ideal yang dijanjikan olehnya. Tentang masa depan kita dan anak-anak kita, tentang pengembangan diri, dan segudang harapan lainnya yang sengaja kita percayakan pada lembaga bernama sekolah. Padahal, sekolah menyimpan sejuta persoalan yang sebenarnya layak kita perhatikan. Kita sepakat bahwa ilmu pengetahuan itu penting, namun benarkah hanya dapat diperoleh dari sekolah?