( Kajian Q.S. 5:73-78; Q.S. 3: 69, 75, 128; QS. 4:52-53 )
Pendahuluan
Manusia memiliki naluri sosial yang tinggi, artinya manusia hidup di dunia ini tidak mampu berdiri sendiri melainkan terus berinteraksi dengan makhluq lainnya. Kehidupannya tidak lepas dari kelompok social tertentu, ada kelompok keluarga, masyarakat, ras, suku, bangsa, bahasa, Negara, agama maupun kelompok social lainnya. Hal ini merupakan fitrah manusia yang tidak mungkin dihindari. Sehingga hal ini seharusnya menjadi modal dasar untuk membangun kehidupan yang harmoni dalam rangka mencapai sa’adatiddarain.
Tetapi kenyataannya, keanekaragaman ini terkadang menjadi pemicu terjadinya berbagai kesenjangan social yang memicu konflik berkepanjangan. Salah satu pemicu paling dominan terjadinya konflik social adalah agama. Banyak fakta mengatakan bahwa agama rentan menjadi awal pemicu konflik, seperti konflik poso, tragedi bom Bali, J.W Marriot dan sebagainya.
Maka, sudah semestinya Islam beserta pemeluknya yang memiliki ”jargon” rahmatan lil’alamin mampu menjadi solusi seperti yang telah dilakukan Nabi Muhammad saw menjadi arbiter antara suku Aus dan Khajraj. Lalu bagaimana prinsip yang ditawarkan islam untuk menjaga stabilitas sosial khususnya antar umat beragama (muslim-non muslim) ?
Ayat
73. Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.74. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya ?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
75. Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).
76. Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
77. Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus."
78. Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Q.S. 3: 69, 75, 128;
69. Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.
75. Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.
128. Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.
QS. 4:52-53
51. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.
52. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.
Tafsir Mufrodat
Kafara : terambil dari kata yang bermakna menutup, pada ayat ini berarti orang yang tidak mempercayai Wujud dan ke-Esaan Tuhan.
Tsaalitsu tsalatsah : salah satu dari tiga, yang ketiganya merupakan Tuhan
Yu fakuun : dipalingkan, entah oleh siapa.
Al-jibt : segala sesuatu yang dipertuhankan selain Allah
Thaaguut : berhala
Adlolla-yudlillu : menyesatkan, membinasakan
Ahl al-kitaab : orang Yahudi dan Nasroni
Alam taro : ”Apakah kamu tidak memerhatikan...” Sebagian ulama ada yang memaknai kalimat ini dengan makna alam ya’lam. Artinya, apakah kamu tidak melihat (dengan penglihatan hati/ilmu) dengan membawa kepada makna ru’yah qalbiyah atau ilmiyah.
Ada pula yang memaknai undzur (melihat dengan penglihatan mata) dengan membawa kepada makna ru’yah bashariyah, sehingga artinya apakah kamu tidak memerhatikan (melihat dengan mata).
Asbab An-Nuzul
Q.S 4:51-52
Terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan latarbelakang turunnya ayat ini, diantaranya : bahwa dua tokoh Yahudi, Huyaiy Ibn Akhtab dan Ka’ab Ibn al-Asyraf memimpin rombongan Yahudi ke Mekkah untuk kerjasama penduduk Mekkah memerangi Nabi Muhammad saw. Mereka disambut oleh Abu Sufyan, tapi dia ragu sehingga menyuruh rombongan tersebut untuk bersujud pada dua berhala kafir. Lalu pergi ke Ka’bah, setelah selesai Abu Sufyan bertanya kepada Ka’ab : “Engkau membaca dan mengetahui Kitab suci, Muhammad juga sama sedangkan kami tidak. Lalu siapa yang benar, kami atau Muhammad. Ka’ab menjawab : “ Kamu yang lebih benar jalannya dari Muhammad dan sahabatnya.
QS 3:75
Tentang sebab turunnya ayat ini Ibnu Jarir At Tabari meriwayatkan bahwa sebagian orang Islam menjual barang-barang dagangannya kepada orang-orang Yahudi pada zaman Jahiliah. Setelah mereka masuk Islam orang-orang Arab meminta harga barang-barang itu. Orang-orang Yahudi berkata: "Kami tidak bertanggung jawab dan kamu tidak berhak menuntut dari kami ke pengadilan karena kamu telah meninggalkan agamamu". Mereka mengatakan bahwa mereka menemukan ketentuan itu di dalam kitab Taurat.
Q.S 3:128
Ayat ini turun berkaitan dengan terbunuhnya paman Nabi saw yakni Hamzah Ibn Abd al-Muthalib. Beliau terbunuh di perang uhud dan tubuhnya diperlakukan sangat tidak wajar, perutnya dibelah dan dikeluarkan hatinya untuk dikunyah oleh Hind Ibn Utbah Ibn Rabiah sebagai balas dendam karena paman Nabi membunuh ayahnya yang musyrik di perang badar setahun sebelumnya. Nabi merasa sangat terpukul bermaksud untuk membalas kekejaman itu. Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi terluka, gigi patah, dan wajahnya berlumuran darah, ketika itu berkomentar : ”Bagaimana mungkin suatu kaum akan meraih kebahagiaan sedang mereka melumuri wajah Nabi mereka dengan darah.” Maka turunlah ayat ini untuk meluruskan sikap Nabi tersebut, sehingga setelah turunnya ayat ini Nabi tidak sekalipun mengutuk seseorang.
Pokok Kandungan Ayat
Q.S. 5:73-78
Rangkaian ayat ini menjelaskan beberapa kesesatan kaum kafir khususnya kafir dari Yahudi dan Nasroni, bantahan Tuhan dan larangan untuk mengikuti kesesatan mereka.
Ayat 73-74, menjelaskan salah satu contoh persekutuan yang mereka lakukan sambil menegaskan kekufuran penganutnya. Yakni menganggap Allah bagian dari tiga yang mana ketiganya merupakan Tuhan. Dibantah oleh Tuhan dengan menggunakan redaksi maa min ilaahin illa ilaahun wahid, kalimat min didahului maa menafikan segala sessuatu dari yang terkecil sampai yang terbesar. Bertujuan menafikan trinitas dengan segala bentuknya.
Namun dari mereka ada pula yang tidak dinamai kafir jika mereka bertaubat dan memenuhi ajakan ayat ini.
Ayat 75-76, menjelaskan hakikat Isa dan Ibu, dan kemustahilan keduanya jadi Tuhanatau bagian dari Tuhan. Isa yang diungkapkan dengan redaksi al-Masih hanya rasul, makhluq biasa, putra yang membutuhkan ibu. Keduanya butuh makan dan sifat-sifat kemakhluqan lainnya. Tidak memiliki sedikit pun kemampuan untuk menjadi Tuhan.
Kata maa yamliku, biasanya digunakan untuk sesuatu yang tak berakal. Karena ayat ini tidak hanya untuk penyembah Isa, melainkan seluruh penyembah berhala selain Allah-biasanya benda- yang tidak kuasa mendatangkan madlarat/manfa’at.
Ayat 78, mengingatkan bahwa Nabi mereka tidak merestui apa yang mereka lakukan sehingga mereka dikutuk dan dijauhkan dari rahmat-Nya.
Q.S. 3: 69, 75, 128;
Dalam ayat ke 69, Allah menegaskan bahwa upaya segolongan Ahli Kitab untuk menyesatkan kaum mukminin akan sia-sia, dan itu akan menimpa diri mereka sendiri. Mereka kehilangan kesempatan untuk menjangkau kebenaran, menyia-nyiakan akal dan merusak fitrah mereka sendiri.
Ayat 75, Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa di antara ahli kitab ada sekelompok manusia yang apabila mereka itu mendapat kepercayaan diserahi harta yang banyak ataupun sedikit mereka mengembalikannya sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Akan tetapi ada pula di antara mereka yang apabila mendapat kepercayaan diserahi sejumlah harta sedikit saja mereka tidak mau mengembalikannya kecuali apabila ditagih. Mereka baru mau menyerahkannya setelah melalui proses pembuktian.
Hal ini menunjukkan bahwa di antara ahli kitab itu ada sekelompok orang yang pekerjaannya mempersulit orang-orang Islam dan membuat tipu daya agar supaya orang Islam tidak senang memeluk agamanya dan berbalik untuk mengikuti agama mereka. Dan di antara mereka ada pula sekelompok orang yang pekerjaannya memutar balikkan hukum. Mereka menghalalkan memakan harta orang lain dengan alasan bahwa: "Kitab Taurat melarang mengkhianati amanat terhadap saudara-saudara mereka seagama. Kalau pengkhianatan itu dilakukan terhadap bangsa lain mereka membolehkannya.
Ayat 128, menegaskan bahwa tugas Nabi Muhammad khususnya dan umat muslim pada umumnya berkaitan dengan golongan non muslim hanya menyampaikan dan berusaha, sedang beriman atau kufur, berhasil atau gagal, itu semua kembali kepada Allah swt. Jika ada diantara mereka yang memerangi kamu, diampuni atau disiksa oleh Allah itu juga terpulang kepada-Nya.
QS. 4:51-52
Asy-Syaikh Sa’di rahimahullahu, setelah menyebutkan ayat di atas, mengatakan: “Ini termasuk di antara keburukan, kejelekan, dan kedengkian orang-orang Yahudi terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum mukminin. Akhlak mereka yang rendah dan tabiat yang buruk, telah membawa mereka untuk tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menggantinya dengan beriman kepada al-jibt dan thaghut, yaitu beriman kepada segala bentuk peribadatan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk dalam hal ini adalah sihir dan perdukunan, beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, menaati (mengikuti) setan. Semua ini termasuk bagian dari al-jibt dan thaghut. Demikian pula perbuatan mereka berupa kekufuran, kedengkian dengan mengutamakan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala –para penyembah berhala– di atas jalan yang ditempuh orang-orang beriman, dengan: mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. ( Tafsir As-Sa’di hal. 182)
Pemahaman yang dapat dipetik dari beberapa ayat diatas berkaitan dengan hubungan muslim-non muslim adalah :
1. Kerangka Refleksi, keyakinan manusia di muka bumi ini sangat heterogen tidak hanya muslim saja, dan ini merupakan sunatullah. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang mesti diterima dan disikapi dengan baik tidak lantas melahirkan konflik berkepanjangan tetapi tidak mengorbankan keyakinan yang kita yakini.
2. Kerangka ideology, pada prinsipnya hubungan muslim dengan orang lain dijelaskan Allah Swt dalam Al Qur’an dan melalui utusanNya nabi Muhammad Saw, dimana harus terjalin atas dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan, dan persaudaraan kemanusiaan (al-ikhwah al-insaniyah). Nilai-nilai Qur’ani inilah yang direkomendasikan Islam sebagai landasan utama atau menjadi ideologi bagi hubungan kemanusiaan yang berlatar belakang perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.
3. Kerangka aksi, kita tidak memiliki otoritas untuk menjustifikasi bahwa non muslim tidak akan diperkenankan bertaubat, tidak akan diterima taubatnya oleh Allah swt, atau bahkan memastikan masuk neraka. Kita masih bisa berinteraksi dengan non muslim dalam tataran sosial kemasyarakatan.
Abdullah Daraz mengomentari prinsip hubungan muslim-non muslim dalam islam: “Coba anda lihat, kita sebagai umat Islam, tidak hanya sekedar diminta memberi pekerjaan, menampung dan memberikan perlindungan keamanan bagi kaum musyrik. Tidak pula sekedar membimbing mereka kepada kebenaran dan menemukan arti kebaikan, tapi juga melengkapinya dengan kasih sayang, perhatian dan perlindungan dalam perjalanan, sehingga mereka benar-benar merasa aman. Apakah ada prinsip lain yang lebih baik atau lebih manusiawi atau lebih adil dari prinsip toleransi yang ditetapkan Islam ini?? (Refleksi surat at-Taubah, ayat 6)
Kesimpulan
Meski sudah diyakini bahwa non muslim salah menurut kebenaran yang kita fahami, kita tidak dibenarkan mencemooh atau menjustifikasi, serta tetap diperintahkan untuk memiliki sikaf tasamuh dalam berinteraksi.
Daftar Bacaan
A.W.Munawir, Kamus al-Munawir, Edisi II, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Ahmad Musthafa al-Maroghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Anshari U. sitanggal dkk, Semarang: Toha Putra, 1993).
M. Quraush Shihab, Tafshir al-Misbah V. 3, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
M. Quraush Shihab, Tafshir al-Misbah V.2, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
M. Rasyid Rido, Tafsir al-Manar, Bairut : Daarul-ma’rifah,ttd.
Prof. Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka panjimas, 2008.
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/
Pendahuluan
Manusia memiliki naluri sosial yang tinggi, artinya manusia hidup di dunia ini tidak mampu berdiri sendiri melainkan terus berinteraksi dengan makhluq lainnya. Kehidupannya tidak lepas dari kelompok social tertentu, ada kelompok keluarga, masyarakat, ras, suku, bangsa, bahasa, Negara, agama maupun kelompok social lainnya. Hal ini merupakan fitrah manusia yang tidak mungkin dihindari. Sehingga hal ini seharusnya menjadi modal dasar untuk membangun kehidupan yang harmoni dalam rangka mencapai sa’adatiddarain.
Tetapi kenyataannya, keanekaragaman ini terkadang menjadi pemicu terjadinya berbagai kesenjangan social yang memicu konflik berkepanjangan. Salah satu pemicu paling dominan terjadinya konflik social adalah agama. Banyak fakta mengatakan bahwa agama rentan menjadi awal pemicu konflik, seperti konflik poso, tragedi bom Bali, J.W Marriot dan sebagainya.
Maka, sudah semestinya Islam beserta pemeluknya yang memiliki ”jargon” rahmatan lil’alamin mampu menjadi solusi seperti yang telah dilakukan Nabi Muhammad saw menjadi arbiter antara suku Aus dan Khajraj. Lalu bagaimana prinsip yang ditawarkan islam untuk menjaga stabilitas sosial khususnya antar umat beragama (muslim-non muslim) ?
Ayat
73. Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.74. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya ?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
75. Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).
76. Katakanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
77. Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus."
78. Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Q.S. 3: 69, 75, 128;
69. Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.
75. Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.
128. Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.
QS. 4:52-53
51. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.
52. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.
Tafsir Mufrodat
Kafara : terambil dari kata yang bermakna menutup, pada ayat ini berarti orang yang tidak mempercayai Wujud dan ke-Esaan Tuhan.
Tsaalitsu tsalatsah : salah satu dari tiga, yang ketiganya merupakan Tuhan
Yu fakuun : dipalingkan, entah oleh siapa.
Al-jibt : segala sesuatu yang dipertuhankan selain Allah
Thaaguut : berhala
Adlolla-yudlillu : menyesatkan, membinasakan
Ahl al-kitaab : orang Yahudi dan Nasroni
Alam taro : ”Apakah kamu tidak memerhatikan...” Sebagian ulama ada yang memaknai kalimat ini dengan makna alam ya’lam. Artinya, apakah kamu tidak melihat (dengan penglihatan hati/ilmu) dengan membawa kepada makna ru’yah qalbiyah atau ilmiyah.
Ada pula yang memaknai undzur (melihat dengan penglihatan mata) dengan membawa kepada makna ru’yah bashariyah, sehingga artinya apakah kamu tidak memerhatikan (melihat dengan mata).
Asbab An-Nuzul
Q.S 4:51-52
Terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan latarbelakang turunnya ayat ini, diantaranya : bahwa dua tokoh Yahudi, Huyaiy Ibn Akhtab dan Ka’ab Ibn al-Asyraf memimpin rombongan Yahudi ke Mekkah untuk kerjasama penduduk Mekkah memerangi Nabi Muhammad saw. Mereka disambut oleh Abu Sufyan, tapi dia ragu sehingga menyuruh rombongan tersebut untuk bersujud pada dua berhala kafir. Lalu pergi ke Ka’bah, setelah selesai Abu Sufyan bertanya kepada Ka’ab : “Engkau membaca dan mengetahui Kitab suci, Muhammad juga sama sedangkan kami tidak. Lalu siapa yang benar, kami atau Muhammad. Ka’ab menjawab : “ Kamu yang lebih benar jalannya dari Muhammad dan sahabatnya.
QS 3:75
Tentang sebab turunnya ayat ini Ibnu Jarir At Tabari meriwayatkan bahwa sebagian orang Islam menjual barang-barang dagangannya kepada orang-orang Yahudi pada zaman Jahiliah. Setelah mereka masuk Islam orang-orang Arab meminta harga barang-barang itu. Orang-orang Yahudi berkata: "Kami tidak bertanggung jawab dan kamu tidak berhak menuntut dari kami ke pengadilan karena kamu telah meninggalkan agamamu". Mereka mengatakan bahwa mereka menemukan ketentuan itu di dalam kitab Taurat.
Q.S 3:128
Ayat ini turun berkaitan dengan terbunuhnya paman Nabi saw yakni Hamzah Ibn Abd al-Muthalib. Beliau terbunuh di perang uhud dan tubuhnya diperlakukan sangat tidak wajar, perutnya dibelah dan dikeluarkan hatinya untuk dikunyah oleh Hind Ibn Utbah Ibn Rabiah sebagai balas dendam karena paman Nabi membunuh ayahnya yang musyrik di perang badar setahun sebelumnya. Nabi merasa sangat terpukul bermaksud untuk membalas kekejaman itu. Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi terluka, gigi patah, dan wajahnya berlumuran darah, ketika itu berkomentar : ”Bagaimana mungkin suatu kaum akan meraih kebahagiaan sedang mereka melumuri wajah Nabi mereka dengan darah.” Maka turunlah ayat ini untuk meluruskan sikap Nabi tersebut, sehingga setelah turunnya ayat ini Nabi tidak sekalipun mengutuk seseorang.
Pokok Kandungan Ayat
Q.S. 5:73-78
Rangkaian ayat ini menjelaskan beberapa kesesatan kaum kafir khususnya kafir dari Yahudi dan Nasroni, bantahan Tuhan dan larangan untuk mengikuti kesesatan mereka.
Ayat 73-74, menjelaskan salah satu contoh persekutuan yang mereka lakukan sambil menegaskan kekufuran penganutnya. Yakni menganggap Allah bagian dari tiga yang mana ketiganya merupakan Tuhan. Dibantah oleh Tuhan dengan menggunakan redaksi maa min ilaahin illa ilaahun wahid, kalimat min didahului maa menafikan segala sessuatu dari yang terkecil sampai yang terbesar. Bertujuan menafikan trinitas dengan segala bentuknya.
Namun dari mereka ada pula yang tidak dinamai kafir jika mereka bertaubat dan memenuhi ajakan ayat ini.
Ayat 75-76, menjelaskan hakikat Isa dan Ibu, dan kemustahilan keduanya jadi Tuhanatau bagian dari Tuhan. Isa yang diungkapkan dengan redaksi al-Masih hanya rasul, makhluq biasa, putra yang membutuhkan ibu. Keduanya butuh makan dan sifat-sifat kemakhluqan lainnya. Tidak memiliki sedikit pun kemampuan untuk menjadi Tuhan.
Kata maa yamliku, biasanya digunakan untuk sesuatu yang tak berakal. Karena ayat ini tidak hanya untuk penyembah Isa, melainkan seluruh penyembah berhala selain Allah-biasanya benda- yang tidak kuasa mendatangkan madlarat/manfa’at.
Ayat 78, mengingatkan bahwa Nabi mereka tidak merestui apa yang mereka lakukan sehingga mereka dikutuk dan dijauhkan dari rahmat-Nya.
Q.S. 3: 69, 75, 128;
Dalam ayat ke 69, Allah menegaskan bahwa upaya segolongan Ahli Kitab untuk menyesatkan kaum mukminin akan sia-sia, dan itu akan menimpa diri mereka sendiri. Mereka kehilangan kesempatan untuk menjangkau kebenaran, menyia-nyiakan akal dan merusak fitrah mereka sendiri.
Ayat 75, Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa di antara ahli kitab ada sekelompok manusia yang apabila mereka itu mendapat kepercayaan diserahi harta yang banyak ataupun sedikit mereka mengembalikannya sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Akan tetapi ada pula di antara mereka yang apabila mendapat kepercayaan diserahi sejumlah harta sedikit saja mereka tidak mau mengembalikannya kecuali apabila ditagih. Mereka baru mau menyerahkannya setelah melalui proses pembuktian.
Hal ini menunjukkan bahwa di antara ahli kitab itu ada sekelompok orang yang pekerjaannya mempersulit orang-orang Islam dan membuat tipu daya agar supaya orang Islam tidak senang memeluk agamanya dan berbalik untuk mengikuti agama mereka. Dan di antara mereka ada pula sekelompok orang yang pekerjaannya memutar balikkan hukum. Mereka menghalalkan memakan harta orang lain dengan alasan bahwa: "Kitab Taurat melarang mengkhianati amanat terhadap saudara-saudara mereka seagama. Kalau pengkhianatan itu dilakukan terhadap bangsa lain mereka membolehkannya.
Ayat 128, menegaskan bahwa tugas Nabi Muhammad khususnya dan umat muslim pada umumnya berkaitan dengan golongan non muslim hanya menyampaikan dan berusaha, sedang beriman atau kufur, berhasil atau gagal, itu semua kembali kepada Allah swt. Jika ada diantara mereka yang memerangi kamu, diampuni atau disiksa oleh Allah itu juga terpulang kepada-Nya.
QS. 4:51-52
Asy-Syaikh Sa’di rahimahullahu, setelah menyebutkan ayat di atas, mengatakan: “Ini termasuk di antara keburukan, kejelekan, dan kedengkian orang-orang Yahudi terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum mukminin. Akhlak mereka yang rendah dan tabiat yang buruk, telah membawa mereka untuk tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menggantinya dengan beriman kepada al-jibt dan thaghut, yaitu beriman kepada segala bentuk peribadatan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk dalam hal ini adalah sihir dan perdukunan, beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, menaati (mengikuti) setan. Semua ini termasuk bagian dari al-jibt dan thaghut. Demikian pula perbuatan mereka berupa kekufuran, kedengkian dengan mengutamakan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala –para penyembah berhala– di atas jalan yang ditempuh orang-orang beriman, dengan: mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. ( Tafsir As-Sa’di hal. 182)
Pemahaman yang dapat dipetik dari beberapa ayat diatas berkaitan dengan hubungan muslim-non muslim adalah :
1. Kerangka Refleksi, keyakinan manusia di muka bumi ini sangat heterogen tidak hanya muslim saja, dan ini merupakan sunatullah. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan yang mesti diterima dan disikapi dengan baik tidak lantas melahirkan konflik berkepanjangan tetapi tidak mengorbankan keyakinan yang kita yakini.
2. Kerangka ideology, pada prinsipnya hubungan muslim dengan orang lain dijelaskan Allah Swt dalam Al Qur’an dan melalui utusanNya nabi Muhammad Saw, dimana harus terjalin atas dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan, dan persaudaraan kemanusiaan (al-ikhwah al-insaniyah). Nilai-nilai Qur’ani inilah yang direkomendasikan Islam sebagai landasan utama atau menjadi ideologi bagi hubungan kemanusiaan yang berlatar belakang perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.
3. Kerangka aksi, kita tidak memiliki otoritas untuk menjustifikasi bahwa non muslim tidak akan diperkenankan bertaubat, tidak akan diterima taubatnya oleh Allah swt, atau bahkan memastikan masuk neraka. Kita masih bisa berinteraksi dengan non muslim dalam tataran sosial kemasyarakatan.
Abdullah Daraz mengomentari prinsip hubungan muslim-non muslim dalam islam: “Coba anda lihat, kita sebagai umat Islam, tidak hanya sekedar diminta memberi pekerjaan, menampung dan memberikan perlindungan keamanan bagi kaum musyrik. Tidak pula sekedar membimbing mereka kepada kebenaran dan menemukan arti kebaikan, tapi juga melengkapinya dengan kasih sayang, perhatian dan perlindungan dalam perjalanan, sehingga mereka benar-benar merasa aman. Apakah ada prinsip lain yang lebih baik atau lebih manusiawi atau lebih adil dari prinsip toleransi yang ditetapkan Islam ini?? (Refleksi surat at-Taubah, ayat 6)
Kesimpulan
Meski sudah diyakini bahwa non muslim salah menurut kebenaran yang kita fahami, kita tidak dibenarkan mencemooh atau menjustifikasi, serta tetap diperintahkan untuk memiliki sikaf tasamuh dalam berinteraksi.
Daftar Bacaan
A.W.Munawir, Kamus al-Munawir, Edisi II, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Ahmad Musthafa al-Maroghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Anshari U. sitanggal dkk, Semarang: Toha Putra, 1993).
M. Quraush Shihab, Tafshir al-Misbah V. 3, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
M. Quraush Shihab, Tafshir al-Misbah V.2, Jakarta : Lentera Hati, 2002.
M. Rasyid Rido, Tafsir al-Manar, Bairut : Daarul-ma’rifah,ttd.
Prof. Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka panjimas, 2008.
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?