Saya sering mendengar ungkapan, ”Aku orang beriman”. Banyak
yang marah, jika disematkan label tidak beriman.
Saya sempat berfikir, beriman tidak, ya? Ketika sore tadi,
saya melihat orang selesai shalat Ashar berjama’ah di Mesjid, lalu dengan
nikmatnya, buang air kecil di tempat wudlu. Hanya karena tidak ada orang lain. Padahal,
terpampang sangat jelas, tulisan: DILARANG KENCING DI SINI !
Memang, iman sering diidentikan dengan hati. Namun, ia mesti
menjelma menjadi perkataan dan tindakan yang layak dipanggil “iman”.
Shalat adalah salah satu ritual keagamaan, yang mestinya
berdampak positif pada pelakunya. Shalat, mestinya mampu menjauhkan seseorang
dari ketidaklayakan. Baik tindakan, terlebih dalam ucapan.
Lalu, saya sempat berfikir, benar tidak, ya? Jika ada orang shalat
berjama’ah, kemudian kencing di tempat wudlu, yang tertera dengan tegas,
tulisan: DILARANG KENCING DI SINI!
Barangkali, tidak berlebihan jika saya harus berkata,
keberimanan kita hari ini hanya bersifat formalistik saja. Kita hanya berkutat
pada pelafalan dan perdebatan kosakata IMAN. Namun, pelafalan dan perdebatan
itu, hampa akan nilai.
Benar saja, banyak orang mendapat gelar kiyai, ustadz, sarjana,
bahkan guru besar, hasil pembahasannya tentang IMAN. Namun, mereka belum mampu
jadi solusi.
Demikian juga dengan shalat. Kita jangan hanya terjebak pada formalitasnya,
namun lupa akan substansi dan semangatnya.
Bisa juga baca disini
Bisa juga baca disini
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?