Langsung ke konten utama

Mengelola dan Menghargai Waktu



Setiap selesai dari sebuah kesibukan, jangan sampai terlena. Tetapi, harus segera bersungguh-sungguh untuk menciptakan pencapaian baru. 


Seolah menjadi  rutinitas tak terelakan, bahwa momentum pergantian tahun, disambut dengan berbagai ritual perayaan. Macam-macam pesta rakyat kerap digelar untuk menyambut tahun baru, dan mengucapkan salam perpisahan pada tahun yang baru saja usai. Pesta kembang api, gelaran konser terbuka, hingar-bingar terompet, bahkan pasar rakyat, adalah beberapa ritual yang seolah sudah wajib ditampilkan.

Perayaan ini semakin meriah, karena didukung oleh fasilitas libur yang cukup panjang bagi para karyawan, baik negeri maupun swasta. Sehingga, mereka begitu larut dalam hingar-bingar pesta. Seolah ingin melupakan segala persoalan hidup, yang muncul silih berganti selama kurun waktu satu tahun. Bahkan, ada sebagian kalangan yang sengaja mengumpulkan dana untuk menyambut perayaan tersebut.

Agaknya, tidak harus terlalu dipersoalkan, menjadikan momentum pergantian tahun sebagai wahana untuk hiburan. Setelah satu tahun bergelut dengan ragam kesibukan dan kepenatan, memang membutuhkan penyegaran. Terlebih, gelaran ini sudah menjadi tradisi yang mengakar dan cukup sulit untuk dihapus.

Hemat saya, persoalannya adalah ketika kita terlalu larut dalam perayaan, lalu lupa pada jati diri. Lupa bahwa perayaan dan pesta bukan segalanya. Karena sebetulnya, momentum pergantian waktu (seperti pergantian tahun), adalah ruang yang tepat untuk melakukan refleksi dan evaluasi. Perayaan, pesta dan sejenisnya, hanyalah bumbu semata. Terlebih, pergantian tahun dalam budaya kita banyak macamnya. Seperti penanggalan masehi, hijriyah, cina, dan yang lainnya. 

Akan terlalu berat dan sia-sia, jika momentum berbagai pergantian tahun tersebut, hanya ditafsirkan sebagai pesta dan perayaan. Apalagi, jika pesta tersebut diisi oleh hal-hal yang tidak elok. Semacam pesta minuman keras, seks bebas, merusak fasilitas umum dan berbagai penyakit masyarakat lainnya.

Konsep Waktu Dalam Islam

Islam memberi perhatian khusus dalam pengelolaan waktu. Bahkan, Allah swt berkali-kali bersumpah dalam al-Quran dengan menggunakan kata-kata yang menunjuk pada waktu. Seperti ungkapan demi malam, demi siang, demi subuh, demi ashar, dan yang lainnya. Ini menjadi bukti, bahwa waktu merupakan persoalan yang tidak disepelekan dalam ajaran Islam.

Seperti yang pernah ditulis oleh Malik Bin Nabi dalam buku Syuruth An-Nahdhah (Syarat-syarat Kebangkitan), waktu diibaratkan sebagai sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu. Ia melintasi pulau, kota, dan desa. Ia mampu membangkitkan semangat atau bahkan meninabobokan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia tidak menyadari kehadiran dan melupakan nilainya. Padahal segala sesuatu tidak mampu melepaskan diri darinya, kecuali Tuhan. 

Dalam Islam, manusia harus mampu mengisi waktu dengan baik. Manusia harus mampu menggunakan waktu yang tersedia, untuk melaksanakan fungsi hidupnya di dunia, yakni beribadah. Segala sesuatu yang dilakukan dalam mengisi jatah waktu yang tersedia, harus bertujuan untuk ibadah kepada Allah swt, apa pun jenis pekerjaannya.

Manusia dan Waktu

Manusia dianugerahi hati nurani yang berpotensi untuk mencapai sifat-sifat ketuhanan. Seperti menjadi sosok yang mengasihi, menyayangi, berkreasi, dan yang lainnya. Sehingga, diharapkan dapat mampu menghadirkan bayang-bayang surga dalam kehidupan ini.

Namun, disamping itu manusia juga memiliki hawa nafsu yang berpotensi untuk melakukan ifsad, pengrusakan, penjarahan, pembakaran, huru-hara dan sejenisnya. Bahkan, manusia juga tega untuk melakukan isfakuddima, pertumpahan darah, pembunuhan, penyiksaan, penculikan, perampokan, pengeboman, pemerkosaan dan lain-lain.

Setiap saat, terjadi tarik-menarik antara kedua potensi tersebut. Jika yang menang adalah nafsu, maka manusia menjelma menjadi sosok yang lebih bejat dari binatang. Sebaliknya, jika hati nurani mampu mengungguli nafsu, maka manusia mampu menjadi “ahsani taqwim”, sosok terbaik dari segala makhluk Tuhan.

Tipologi manusia kedua, akan mampu menjadi wakil Tuhan (khalifatullah) dalam mengatur alam semesta. Sehingga, terciptalah kehidupan yang gemah ripah loh jinawi, ijo royo-royo, murah sandang murah pangan. Tetapi, jika manusia bejat yang menguasai dunia, maka kehancuran dan kebinasaan yang akan menempa alam semesta.

Oleh sebab itu, sepanjang waktu -khususnya dalam momentum pergantian tahun- manusia harus mampu mengevaluasi diri. Apakah lebih sering menggunakan potensi ketuhanan, atau sebaliknya malah sering menggunakan naluri kebinatangan. Sehingga, kebiasaan melakukan evaluasi ini akan melahirkan sikap yang sadar akan kesalahan, dan senantiasa melakukan perbaikan. Kesalahan diri tidak akan dilakukan berkepanjangan dan berulang-ulang.

Sebagaimana yang kita kenal, bahwa dalam Islam ada istilah muhasabah  diri. Usaha yang harus senantiasa dilakukan untuk mengenal, menghitung, lalu mengevaluasi kehidupan masing-masing. Sehingga diharapkan akan mampu mengenali diri sendiri. Seperti yang dijamin oleh Nabi, bahwa manusia yang mampu mengenal dirinya sendiri, akan mampu mengenal Tuhannya.

Kebiasaan melakukan evaluasi terhadap diri masing-masing, diharapkan akan mampu mengisi waktu dengan baik. Orang yang tidak mampu mengisi waktunya dengan baik, diancam akan jatuh terbenam dalam kerugian besar. Kurang lebih, demikian yang terkandung dalam al-Quran (Q.S Al-‘Ashr, 103:1). 

Lebih jauh, dalam surat ini Allah swt menjelaskan kepada kita mengenai penggunaan waktu. Waktu yang bersifat netral, harus betul-betul dimanfa’atkan untuk hal yang positif. Tidak benar, jika ada orang yang menyalahkan waktu. Karena sebetulnya, yang berpengaruh terhadap hasil dari suatu pekerjaan adalah usaha seseorang, bukan waktunya. Dengan demikian, kemampuan mengisi waktu dengan hal yang positif, akan memberikan hasil yang positif pula.

Dalam momentum pergantian tahun ini, sudah selayaknya kita melakukan evaluasi. Segala sesuatu yang baik pada tahun lalu, layak kita pertahankan. Sebaliknya, apa pun yang buruk pada tahun lalu, sudah seharusnya kita perbaiki. 

Selanjutnya, segala pencapaian selama setahun lalu, juga layak kita evaluasi. Sehingga, diharapkan akan mampu menemukan tantangan, hambatan, kesalahan, dan kekurangan yang mengahalangi mimpi tahun lalu. Lalu, menciptakan solusi-solusi jitu untuk menggapai mimpi-mimpi yang belum tercapai pada tahun berikutnya.

Seperti yang ditegaskan dalam al-Quran (QS. Al-Hasyr, 58:18), bahwa kita harus mampu memperhatikan dan mengambil pelajaran dari apa yang kita lakukan. Lalu, menjadikannya landasan untuk mempersiapkan hari esok. Hal ini diperkuat oleh salah satu hadits Nabi, bahwa siapa yang hari ini sama atau bahkan lebih buruk dari hari kemarin, termasuk dalam kalangan orang yang merugi.

Semoga, dalam momentum pergantian tahun ini, kita tidak terlena oleh perayaan dan pesta. Sebagaimana dijelaskan al-Quran (QS. Alam Nasyrah, 94:7), bahwa setiap selesai dari sebuah kesibukan, jangan sampai terlena. Tetapi, harus segera bersungguh-sungguh untuk menciptakan pencapaian baru.

Wallahu a’lam ***

Dimuat di harian pagi Kabar Priangan, Jum'at 4 Januari 2013

 Bisa juga dibaca di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi Kelas 9

RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi bagi kelas 9 akan penulis bagikan secara gratis. Pengunjung dapat langsung mendownload RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi bagi kelas 9 dan RPP Selembar Kurikulum 2013 bagi kelas 9, pada link yang sudah disediakan di bagian bawah artikel ini. 

Ringkasan PAI SMP Kelas 9 Lengkap

Pada postingan ini akan dibagikan informasi mengenai materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bagi kelas 9 SMP secara lengkap. Dari mulai bab pertama sampai dengan terakhir, sesuai dengan yang tercantum dalam buku paket siswa dan Kompetensi Dasar yang dirilis oleh Kemendikbud. Untuk menuju materi yang dimaksud, bisa langsung diklik dalam daftar isi berikut ini: Bab 1 Meyakini Hari Akhir, Mengakhiri Kebiasaan Buruk Bab 2 Jujur dan Menepati Janji Bab 3 Menuai Keberkahan dengan Rasa Hormat dan Taat kepada Orang Tua dan Guru Bab 4 Zakat Fitrah dan Zakat Mal Bab 5 Dahsyatnya Persatuan dalam Ibadah Haji dan Umrah Bab 6 Kehadiran Islam Mendamaikan Bumi Nusantara Bab 7 Meraih Kesuksesan dengan Optimis, Ikhtiar dan Tawakal Bab 8 Beriman kepada Qada' dan Qadar Berbuah Ketenangan Hati Bab 9 Mengasah Pribadi yang Unggul dengan Tata Krama, Santun, dan Malu Bab 10 Menyayangi Binatang dalam Syariat Penyembelihan Bab 11 Akikah dan Kurban Menumbuhkan Kepedulian Umat  Bab 12 Menelusuri Tradisi...

Materi PAI SMP Kelas 9: Menelusuri Tradisi Islam di Nusantara

1. Peta Konsep 2. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, peserta didik mampu: a. Menjelaskan tradisi  Nusantara sebelum Islam dengan benar. b. Menjelaskan Akulturasi budaya Islam dengan benar. c. Menjelaskan cara melestarikan tradisi Islam Nusantara dengan benar. d. Mengambil hikmah mempelajari tradisi Islam Nusantara dengan benar. e. Berperilaku melestarikan tradisi Islam Nusantara dalam kehidupan seharihari dengan benar.