Pendidikan senantiasa menarik untuk
dibahas. Ia selalu mengundang perhatian berbagai kalangan. Baik yang secara
langsung berkecimpung di dalamnya, maupun yang sering memposisikan diri sebagai
pengamat. Segudang persoalan yang muncul di dalamnya, sering dikatakan orang
tidak pernah selesai. Sayangnya, kebanyakan orang lebih senang untuk saling
menyalahkan daripada ikut ambil bagian mencari penyelesaian.
Sebagai bagian penting dari sitem
pendidikan kita, sekolah memiliki posisinya tersendiri. Kita sering terlena
dengan mimpi-mimpi ideal yang dijanjikan olehnya. Tentang masa depan kita dan
anak-anak kita, tentang pengembangan diri, dan segudang harapan lainnya yang
sengaja kita percayakan pada lembaga bernama sekolah. Padahal, sekolah menyimpan
sejuta persoalan yang sebenarnya layak kita perhatikan. Kita sepakat bahwa ilmu
pengetahuan itu penting, namun benarkah hanya dapat diperoleh dari sekolah?
Salah satu persoalan yang sering
menjadi bahan perbincangan adalah kasus tawuran pelajar. Persoalan yang sudah
lama dihadapi bangsa kita ini, hampir bisa dipastikan belum dapat diselesaikan.
Anak-anak kita yang berubah menjadi beringas, keji, dan tidak kenal
perikemanusiaan, seolah sengaja dibiarkan. Hampir semua orang sibuk mengurusi
diri masing-masing, termasuk orang tua siswa itu sendiri. Lalu, semua pihak
larut dalam sikap menyalahkan anak-anak yang sedang “kesetanan” itu, tanpa
usaha mendudukan persoalan dengan apa adanya.
Fahd Djibran, melalui novel yang
digarap bersama seniman Bondan Prakoso & Fade2Black berusaha memotret
pendidikan dari sudut pandang yang masih jarang digunakan. Novel berjudul “Tak
Sempurna” ini berusaha memandang pendidikan kita apa adanya. Kita diajak
meninjau kembali keberadaan lembaga bernama sekolah, lalu menentukan sikap
terhadapnya.
Novel ini mengisahkan seorang
remaja bernama Rama. Dia dengan jujur menceritakan apa yang dialaminya, serta
segala sesuatu yang bersinggungan dengannya. Dia hidup di suatu kota, yang mana anak-anak dibesarkan di tengah keluarga
yang tak memberikan kasih sayang, kehidupan bermasyarakat yang tak memberi
harapan, dan kehidupan bernegara yang tak menjanjikan apa-apa kecuali
perang-perang politik kepentingan memuakkan. Di sana, sulit sekali menemukan
contoh dan teladan yang baik, sekalipun dari kalangan tokoh-tokoh agama.
Sekolah menjadi sekadar tempat “penitipan anak” bagi orangtua yang sibuk
atau “tempat pembuangan anak” bagi orangtua yang tak peduli pada mereka. Guru-gurunya
beringas, memaksakan kehendak, tidak memahami siswa, dan belum mampu menjadi
sosok yang betul-betul layak menjadi tauladan utama. Hal ini disambut oleh
kekecewaan siswanya dengan perilaku aneh. Seperti perkelahian, tawuran,
adegan-adegan telanjang di depan kamera, bahkan narkoba.
Dalam novel ini, Fahd Djibran mengangkat hal-hal yang sudah biasa kita temui. Lalu menawarkan sudut pandang baru yang membuat kita tercengang. Tentang rumah misalnya. Ia tidak memandang rumah sekedar benda mati, yang selama ini sering dijadikan orang hanya sebagai tempat tidur, berangkat dan pulang. Tetapi, lebih dari itu, rumah menyimpan cinta dan kenangan.
Novel ini juga menyampaikan
berbagai kritikan terhadap realitas sosial yang sering kita hadapi. Seperti
yang ditulis Fahd Djibran mengenai tawuran pada halaman 75 berikut ini:
Tawuran pelajar adalah refleksi
bobroknya kehidupan bermasyarakat kita. Remaja yang tidak toleran, agresif, dan
main hakim sendiri menunjukkan banyak hal tentang keluarga, sistem sosial,
nilai-nilai berbangsa dan bernegara.
Kelebihan lain dari novel ini
adalah kehadiran lirik-lirik lagu Bondan Prakoso & Fade2Black, serta
selingan-selingan lain yang relevan. Hal ini membuat pembaca –terlebih kalangan
remaja- tidak jenuh.
Namun, masih terdapat
kesalahan-kesalahan pengetikan, seperti pada halaman 49, benarkah ditulis benarkan,
halaman 209 memulai jadi memuai.
Data Buku
Judul : Tak Sempurna
Penulis : Fahd Djibran, Bondan Prakoso &
Fade2Black
Penerbit : Kurniaesa Publishing
Halaman :
245 halaman
Tahun Terbit : Februari 2013
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?