Langsung ke konten utama

Ketika Kita Bersaudara



Saat melancong ke Pantai Pangandaran beberapa hari lalu, saya menghampiri seorang pedagang kue pukis. Bercakap beberapa saat, lalu membeli kue yang ia jajakan. Sebelum beranjak, saya berusaha mengakrabkan diri pada sang pedagang, dengan melemparkan beberapa topik percakapan. Namun sayang, ia seolah tidak menikmati obrolan kami. Hanya menjawab pertanyaan seperlunya, tanpa sedikitpun menyunggingkan senyum. Heran. Bibirnya tiba-tiba merekah, setelah saya menyebutkan kota asal: Tasikmalaya. Bahkan, setelah puas ngobrol ini itu, ia menghadiahi sebungkus kue gratis sambil berujar penuh keramahan, “Ieu canak, Jang. Hatur lumayan. Ari penak sareng nu sami ti Tasik teh, sok asa tenang sareng bingah, asa aya baraya amang mah.” (Nih ambil, Jang. Lumayan. Kalau bertemu dengan sesama orang Tasik, saya suka tenang dan bahagia, seperti ada saudara.)

Pertemuan itu mengilhami saya untuk sadar kembali, bahwa sekecil apa pun kesamaan mampu melahirkan ikatan persaudaraan. Sebuah ikatan yang dapat menghadirkan rasa nyaman, tenang dan bahagia. Sesuatu yang -pelan tapi pasti, mulai menghilang dari bangunan kehidupan ini, karena tergerus oleh semangat “peradaban” yang cenderung mendewakan kompetisi, mendorong solidaritas ke arah lebih longgar, individualis, berlumuran pamrih dan relasi-relasi sosial yang dangkal.

Persaudaraan biasanya lahir karena adanya kesamaan. Seperti kesamaan hubungan darah atau keturunan, agama, suku, tempat tinggal, profesi, nasib, status sosial dan seterusnya. Ungkapan “saudara” menjadi penanda hadirnya sebuah ikatan yang istimewa. Ikatan yang menuntut perhatian, kepedulian, kesetiaan, kesepenanggungan, bahkan kesiapan untuk berkorban.

Masyarakat yang memiliki kesadaran menumbuhkan ikatan persaudaraan, merupakan masyarakat yang masih mampu membangun kehidupan bersama yang berkeutamaan. Mereka masih mampu menghidupkan solidaritas kuat, saling mengenal, tidak terlalu direcoki pamrih, memiliki sensibilitas, keindahan, pengetahuan, kebenaran, dan cinta. Manusia yang sanggup membangun kehidupan bersama yang baik dan berkeutamaan. Tidak memahami hidup sebagai “hidup semata”. Tidak mencari “hidup” dengan menghalalkan segala cara, walau harus dengan memangsa sesama.

Kesadaran menguatkan ikatan persaudaraan inilah, pada saatnya akan mampu membebaskan kita dari berbagai belenggu yang menghambat keberutamaan hidup bersama. Politik misalnya, jika dilandasi oleh semangat persaudaraan, ia tidak akan hadir sebagai momok yang menakutkan sekaligus dicibir publik. Sebaliknya, ia akan tampil dengan membawa pelakunya yang penuh cinta dan rasa kebersamaan sebagai komunitas. Bukan sebagai kerumunan individu yang “terpaksa” berkumpul dan diikat dengan relasi dangkal serta direcoki pamrih untuk memuaskan ego masing-masing. Elit politik tidak akan rela memangsa dan mengorbankan sesama hanya demi kekuasaan yang fana. Parpol tidak akan hadir sebagai seorang ibu yang menghembuskan angin segar kasih sayang, namun tubuhnya uzur didera borok dan penyakit korupsi, manipulasi serta nepotisme.

Persaudaraan Dalam Islam

Persaudaraan, biasanya diidentikan dengan istilah ukhuwah. Sebuah istilah yang makna awalnya berarti “memperhatikan”. Sehingga hal ini memberi kesan bahwa bersaudara, mengharuskan adanya perhatian. 

Dalam masyarakat muslim, dikenal istilah yang sangat populer: ukhuwwah Islamiyyah, yang oleh sementara kalangan diartikan sebagai persaudaraan di antara orang Islam, persaudaraan yang dijalin oleh sesama muslim.

Pemaknaan seperti ini, menurut M. Quraih Shihab (2003) dinilai kurang tepat. Kedudukan  Islamiyah dalam ungkapan tersebut, lebih tepat dipahami sebagai adjektifa, bukan pelaku. Jadi ukhuwwah Islamiyyah adalah persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam. Dengan kata lain, ukhuwwah Islamiyyah merupakan jenis ikatan persaudaraan antara sesama muslim, sesama manusia maupun sesama makhluk, yang diajarkan oleh Islam. 

Jalinan persaudaraan yang harus dibangun oleh kaum muslim, tidak sempit sebatas sesama muslim, melainkan seluruh makhluk. Hal ini relevan dengan jenis persaudaraan yang dikenalkan dalam Alquran, yang tidak kurang dari empat macam.

Pertama, persaudaraan kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah (ukhuwwah ‘ubudiyyah). Lihat misalnya dalam Q.S Al-An’am, 6:38. Jalinan persaudaraan ini dibangun antara kita dengan seluruh makhluk. Dalam konteks ini, kita memiliki derajat yang sama sebagai hamba Allah swt., sehingga tidak dibenarkan melakukan tindakan kesewenang-wenangan atau eksploitasi berlebihan terhadap makhluk lain, hanya karena ego kita sebagai makhluk “paling sempurna”. Hal yang paling arif adalah menjalin hubungan ideal layaknya saudara, karena memiliki tugas yang sama untuk mengabdi pada Tuhan yang sama pula. Eksploitasi alam misalnya, harus diimbangi dengan semangat kebersinambungan serta menyantuni kehidupan generasi setelah kita.

Kedua, persaudaraan sesama manusia (ukhuwwah ‘insaniyyah). Lihat misalnya dalam Q.S Al-Hujurat, 49:12. Seluruh manusia adalah saudara. Dilahirkan dari ayah dan ibu yang sama. Terlepas hadir sebagai suku apa, menggunakan bahasa apa, agama apa, tempat tinggal dimana, dan seterusnya. Dalam konteks ini, tidak ada alasan untuk saling mengancam, menggunjing, menghina, menjajah dan sebagainya.

Ketiga, persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah wa an-nasab). Lihat misalnya dalam Q.S Al-A’raf, 7:65. Sebagai komunitas yang memiliki kesamaan dalam sejarah, nasib, teritorial, sudah selayaknya memiliki semangat senasib dan sepenanggungan. Saling mengayomi, saling melindungi, saling menyelamatkan dan seterusnya.

Keempat, persaudaraan sesama muslim (ukhuwwah fi din Al-Islam). Lihat misalnya dalam Q.S Al-Hujurat, 49:10. Karena dekatnya persaudaran ini, muslim dengan muslim yang lain diibaratkan satu tubuh. Jika ada bagian yang sakit, maka bagian yang lain pasti merasa sakit. Tidak dibenarkan menjatuhkan, menyerang, menyakiti, menghadirkan ketidaknyamanan, dan tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang saudara pada saudaranya yang lain. 

Ikatan persaudaraan ini sudah semestinya dijiwai dan dipertahankan oleh kita semua. Jangan sampai ikatan suci ini harus putus dan terkoyak hanya karena persoalan politik, persaingan ekonomi, status sosial, dan kepentingan sesaat lainnya. 

Memang benar, bahwa memiliki saudara seribu itu masih kurang. Sementara ada musuh satu saja, sudah terlalu banyak. Sejatinya, perjalanan hidup merupakan rangkaian usaha yang membutuhkan banyak saudara. Setiap interaksi yang kita lakukan, baik sesama muslim, sesama manusia maupun sesama makhluk, didasari keyakinan bahwa kita bersaudara, untuk membangun kehidupan bersama yang berkeutamaan. Di sini, di dunia. Di sana, di akhirat.
 Wallahu A’lam

Komentar

  1. Bela AHOK karena "Sesama Manusia itu Bersaudara"...!!!! : Yusuf Muhammad: Gara-gara Ahok Surat Al-Ma’idah Ayat 51 Jadi Terkenal : Video , klik info lengkapnya disini http://hakunnay.blogspot.co.id/2016/10/bela-ahok-karena-sesama-manusia-itu.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Postingan populer dari blog ini

RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi Kelas 9

RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi bagi kelas 9 akan penulis bagikan secara gratis. Pengunjung dapat langsung mendownload RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi bagi kelas 9 dan RPP Selembar Kurikulum 2013 bagi kelas 9, pada link yang sudah disediakan di bagian bawah artikel ini. 

Ringkasan PAI SMP Kelas 9 Lengkap

Pada postingan ini akan dibagikan informasi mengenai materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bagi kelas 9 SMP secara lengkap. Dari mulai bab pertama sampai dengan terakhir, sesuai dengan yang tercantum dalam buku paket siswa dan Kompetensi Dasar yang dirilis oleh Kemendikbud. Untuk menuju materi yang dimaksud, bisa langsung diklik dalam daftar isi berikut ini: Bab 1 Meyakini Hari Akhir, Mengakhiri Kebiasaan Buruk Bab 2 Jujur dan Menepati Janji Bab 3 Menuai Keberkahan dengan Rasa Hormat dan Taat kepada Orang Tua dan Guru Bab 4 Zakat Fitrah dan Zakat Mal Bab 5 Dahsyatnya Persatuan dalam Ibadah Haji dan Umrah Bab 6 Kehadiran Islam Mendamaikan Bumi Nusantara Bab 7 Meraih Kesuksesan dengan Optimis, Ikhtiar dan Tawakal Bab 8 Beriman kepada Qada' dan Qadar Berbuah Ketenangan Hati Bab 9 Mengasah Pribadi yang Unggul dengan Tata Krama, Santun, dan Malu Bab 10 Menyayangi Binatang dalam Syariat Penyembelihan Bab 11 Akikah dan Kurban Menumbuhkan Kepedulian Umat  Bab 12 Menelusuri Tradisi...

Materi PAI SMP Kelas 9: Menelusuri Tradisi Islam di Nusantara

1. Peta Konsep 2. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, peserta didik mampu: a. Menjelaskan tradisi  Nusantara sebelum Islam dengan benar. b. Menjelaskan Akulturasi budaya Islam dengan benar. c. Menjelaskan cara melestarikan tradisi Islam Nusantara dengan benar. d. Mengambil hikmah mempelajari tradisi Islam Nusantara dengan benar. e. Berperilaku melestarikan tradisi Islam Nusantara dalam kehidupan seharihari dengan benar.