Langsung ke konten utama

Lulus CPNS Murni, Bukan Hal yang Mustahil


kisah lolos pns “Alhamdulillah, saya lulus, Yah…”. Demikian pesan istri melalui WA.
  
Saya terperanjat. Setengah tidak percaya, bahwa ia lulus CPNS. Soalnya, dari hasil pelaksanaan ujian, nilainya kurang memuaskan. Bahkan, sesaat setelah menyelesaikan seleksi tahap akhir, istri saya sudah kehilangan harapan. Ia keluar ruangan dengan letih. Wajahnya lesu. Nilai yang direncanakan akan tinggi, ternyata terjun bebas.



“Ah, ini benar-benar penuh kejutan. Semua diluar prediksi. Tapi, apapun itu, selamat berbahagia. Semoga berkah, dan semakin menambah kebermanfa’atan hidup. Alhamdulillah, Bu.” Saya balas pesannya dengan hati yang masih diliputi ketidakpercayaan, seraya bersyukur kepada Tuhan. Saat itu, saya sadar, bahwa manusia hanya berencana dan berusaha. Adapun hasil akhir, tidak sepenuhnya menjadi urusan kita. Ada Tuhan yang memiliki segalanya.

Baiklah, saya akan berbagi kisah kepada sahabat-sahabat, terkait kelulusan istri saya. Mudah-mudahan ada manfa’atnya. Bagi sahabat-sahabat yang belum beruntung lulus CPNS, semoga kisah kami menginspirasi. Bagi yang belum tertarik jadi pegawai negeri, bolehlah diskip saja. He... he...

Sebelum memutuskan untuk mencoba melamar jadi pegawai negeri, kami sempat berdiskusi dengan cukup alot. Kami belum yakin akan sama-sama bekerja di luar rumah. Tetapi dengan berbagai pertimbangan, akhirnya sepakat, bahwa istri akan mencoba peruntungan untuk melamar CPNS. Ia ingin jadi guru agama. Berbagi bersama anak-anak, mengamalkan ilmu yang diperoleh dari kampusnya. Selain itu, alasan untuk membantu memperbaiki ekonomi orang tuanya, menjadi suntikan keyakinan untuk melamar. Maklum, sejauh ini kami masih termasuk kelompok gonimah (golongan ekonomi lemah). Kalau lulus, berarti Tuhan merestui. Adapun kalau gagal, mungkin harus bekerja di rumah saja. Demikian kami berkesimpulan.

Kesepakatan telah diraih. Istri positif akan mencoba mendaftar. Muncul persoalan berikutnya, dimana lokasi formasi yang dilamar? Hal ini penting untuk didiskusikan. Mengingat banyaknya domisili kami. Secara administratif, masih terdaftar sebagai warga Kecamatan Salawu bersama keluarga saya. Kemudian untuk beberapa bulan, istri tinggal serumah bersama orang tuanya di Leuwisari. Sementara saya, tinggal di Pangandaran. Akhirnya, kami memilih Cikatomas, sebagai tempat yang paling strategis untuk dilamar. Tujuannya, agar kami segera bisa tinggal serumah dengan jarak yang tidak terlalu jauh, baik ke keluarga besar maupun ke tempat saya bekerja. Oh ya, bagi yang masih penasaran dengan nama-nama tempat tersebut beserta jaraknya, bisa dilihat di google maps. hehe

Setiap prosedur pendaftaran ditempuh dengan baik. Dan, Alhamdulillah berjalan lancar. Hampir seluruh tahapannya dilaksanakan dengan daring. Berkas yang dikirim juga tanpa fisik. Semuanya discan, lalu diunggah ke website panitia. Peserta betul-betul tidak bertemu dengan panitia secara langsung. Jadi, potensi untuk terjadinya praktik pungli, gratifikasi beserta kawan-kawannya sangat terbatas. Sampai sejauh ini, kami berkesimpulan bahwa penerimaan CPNS tahun ini sangat bersih.

Berbagai macam persiapan mulai dilakukan. Karena kami berkeyakinan, bahwa keberhasilan sangat dekat bagi mereka yang mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Materi ujian dikumpulkan lalu didiskusikan. Soal-soal latihan CPNS dibedah. Beberapa kali melaksanakan simulasi menggunakan aplikasi berbasis android.

Tentu saja tidak semuanya berjalan mulus. Konsentrasi terbesar istri masih fokus mengurus anak kami yang masih kecil. Persiapan CPNS hanya menggunakan sisa-sisa waktu dan tenaga seadanya. Adakalanya, baru bisa mulai membuka materi saat malam telah larut, ketika Si Kecil sudah tertidur.
Setelah lulus seleksi administrasi, tahap selanjutnya adalah harus lulus Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). Materinya wawasan kebangsaan, intelejensi umum dan karakteristik pribadi. Dalam wawasan kebangsaan, istri saya mulai mengkaji materi-materi sejarah nasional, perundang-undangan, nasionalisme, bela negara, bahasa Indonesia, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, nasionalisme dan UUD 45. Adapun dalam intelejensi umum, ia latihan kemampuan verbal, numerik, figural dan penalaran. Terkait kepribadian, ia mulai mengasah kemampuannya terkait pelayanan publik, sosial budaya, teknologi informasi dan komunikasi, jejaring kerja, profesionalisme, integritas diri dan semangat meraih prestasi. Pokoknya, lumayan melelahkan.

Selain akhir pekan, kami kerap diskusi jarak jauh dengan memanfa’atkan teknologi. Kadang menggunakan pesan instan. Sesekali video call. Dan seringnya melalui telepon.
Jadwal ujian tiba. Sayang, saya tidak bisa menemaninya langsung karena bekerja. Entah mengapa, saya ikut panik. Bekerja tidak tenang. Sambil memanjatkan berbagai macam do’a kepada Allah, saya terus memantau perkembangan istri melalui WA. Hingga akhirnya, telepon genggam saya berbunyi. Lalu saya angkat. Terdengar isakan diujung telepon sambil diikuti dengan ratapan yang penuh penyesalan, “Yah…, saya tidak lulus ambang batas terendah. Sungguh menyesal tidak persiapan dengan maksimal.”

Saat itu, saya langsung bergumam, “Oh, berarti Tuhan belum merestui istri saya bekerja. Mungkin ia harus fokus di rumah.” Entah terdengar, entah tidak oleh istri saya.

Harapan menjadi pegawai negeri pun sirna. Kami sepakat, istri akan ikut dengan saya dan fokus di rumah. Kalaupun harus bekerja, mungkin hanya berbisnis online.

Kondisinya berubah, saat beredar informasi bahwa peserta CAT 2018 banyak yang tidak lulus. Sehingga, pemerintah melahirkan kebijakan baru. Aduhai bahagianya, ternyata setelah kebijakan baru lahir, istri saya dinyatakan lulus SKD dan berhak mengikuti Seleksi Kompetensi Bidang (SKB).

Seperti orang yang dihidupkan kembali dari kematian. Istri saya betul-betul serius menghadapi tes tahap ini. Beberapa kali ia berkata pada saya, bahwa ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua ini.  

Melihat semangat istri, tekad saya pun berlipat. Pokoknya, persiapan harus matang!

Dengan berbagai cara, saya terus menyemangati dan mendorong istri. Bahwa, segala sesuatunya harus disiapkan dengan baik. Menyusun target yang jelas. Mengatur dan menggunakan waktu dengan baik. Berdo’a dengan maksimal. Memastikan segalanya siap, baik fisik, mental maupun penguasaan kompetensi yang dibutuhkan. Kami berujar, “hanya keledai dungu, yang harus terperosok berkali-kali pada lubang yang sama.”
Saya beruntung, ternyata jadwal seleksi tahap ini dilaksanakan pada hari Ahad. Jadi saya bisa menemaninya sampai lokasi.

Kami berangkat naik sepeda motor. Sudah sampai di lokasi sekitar dua jam sebelum jadwal sesinya. Sengaja hal ini kami lakukan, agar bisa menghadapi tes dengan nyaman. Tidak grasak-grusuk.

Saat tiba di ruang tunggu, saya menyaksikan wajah istri saya super tegang. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Saya menduga, harapan yang terlalu besar, membuat kepanikan melanda. Saya langsung ambil tindakan. Tangannya saya genggam, lalu mengajaknya berjalan menuju sebuah café. Sambil bercanda, saya bisikan di telinganya, “Keyakinan akan tumbuh, jika kita merasakan sudah layak jadi pemenang. Perasaan ini hadir, saat persiapan sudah dilakukan dengan matang. Dan kita telah melakukannya. Sekarang, kita nikmati prosesnya. Saatnya bersandar dengan penuh tawakal.”

Ah, sepertinya usaha saya gagal. Ia masih gugup. Wajahnya melukiskan banyak beban. Bahkan, sampai jadwal pelaksanaan ujian datang.

Ujian berlangsung sekitar sembilan puluh menit. Selama itu pula saya diliputi perasaan gugup. Lebih dari sedang melewati proses ujian sendiri. Untuk menenangkan diri, saya menjauh dari lokasi ujian yang disesaki banyak orang yang sedang berharap-harap cemas, menyaksikan nilai orang yang diantar melalui layar monitor. Saya menuju mushola. Mengambil air wudlu, lalu menghadap Sang Pencipta dengan penuh kepasrahan.

Waktu ujian telah habis. Banyak peserta yang sudah keluar dari ruang ujian, dengan beragam ekspresi. Saya tak terlalu hiraukan hal itu, karena ingin segera mendapatkan kepastian. Duh, adakah hal yang lebih menegangkan dari menunggu sebuah kepastian?

Sedang sibuk melamun, tiba-tiba istri datang dari belakang, sambil berkata, “Yah…, nilainya kecil. Jauh dari prediksi. Padahal, soalnya gampang. Semuanya sudah pernah kita diskusikan. Kita langsung pulang saja.”

Aduuh, saya harus terpukul untuk yang kedua kalinya. Lukanya lebih menyakitkan dari yang pertama. Tapi saya berusaha tegar, berusaha tampil sebagai laki-laki dewasa yang sedang menyiapkan sandaran untuk sang istri. Untuk kedua kalinya saya berkesimpulan, bahwa istri saya lebih baik fokus di rumah dan mencari jalan lain untuk mengabdi pada negara.

Tetapi, kejutan itu kembali hadir. Setelah merelakan semuanya, ternyata istri saya terpilih sebagai peserta yang dinyatakan lulus. Karena nilai kedua peserta lainnya, berada di bawah istri saya. Ya Tuhan, ini sungguh keajaiban. Alhamdulillah…

Dari kejadian ini, saya bisa belajar. Bahwa dalam konteks apapun, kita hanya harus menyusun niat dengan baik, berencana dengan matang dan berusaha dengan maksimal. Terkait hasil akhir, kita harus siap menerimanya dengan lapang. Bagaimanapun bentuknya.

"Yah..., kata ibu juga, biar saja nilainya rendah. Asal matih. He... he...”  Begitu kata istri saya, sambil mencubit pinggang.

Komentar

  1. Sama pengalaman dengan saya Mas. Sempat dinyatakan gak lulus. Ternyata gak lulus masal sehingga buat peraturan kedua karena takut banyak formasi kosong. Alhamdulillah saya sama istri lulus

    BalasHapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Postingan populer dari blog ini

RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi Kelas 9

RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi bagi kelas 9 akan penulis bagikan secara gratis. Pengunjung dapat langsung mendownload RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi bagi kelas 9 dan RPP Selembar Kurikulum 2013 bagi kelas 9, pada link yang sudah disediakan di bagian bawah artikel ini. 

Ringkasan PAI SMP Kelas 9 Lengkap

Pada postingan ini akan dibagikan informasi mengenai materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bagi kelas 9 SMP secara lengkap. Dari mulai bab pertama sampai dengan terakhir, sesuai dengan yang tercantum dalam buku paket siswa dan Kompetensi Dasar yang dirilis oleh Kemendikbud. Untuk menuju materi yang dimaksud, bisa langsung diklik dalam daftar isi berikut ini: Bab 1 Meyakini Hari Akhir, Mengakhiri Kebiasaan Buruk Bab 2 Jujur dan Menepati Janji Bab 3 Menuai Keberkahan dengan Rasa Hormat dan Taat kepada Orang Tua dan Guru Bab 4 Zakat Fitrah dan Zakat Mal Bab 5 Dahsyatnya Persatuan dalam Ibadah Haji dan Umrah Bab 6 Kehadiran Islam Mendamaikan Bumi Nusantara Bab 7 Meraih Kesuksesan dengan Optimis, Ikhtiar dan Tawakal Bab 8 Beriman kepada Qada' dan Qadar Berbuah Ketenangan Hati Bab 9 Mengasah Pribadi yang Unggul dengan Tata Krama, Santun, dan Malu Bab 10 Menyayangi Binatang dalam Syariat Penyembelihan Bab 11 Akikah dan Kurban Menumbuhkan Kepedulian Umat  Bab 12 Menelusuri Tradisi...

Materi PAI SMP Kelas 9: Menelusuri Tradisi Islam di Nusantara

1. Peta Konsep 2. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, peserta didik mampu: a. Menjelaskan tradisi  Nusantara sebelum Islam dengan benar. b. Menjelaskan Akulturasi budaya Islam dengan benar. c. Menjelaskan cara melestarikan tradisi Islam Nusantara dengan benar. d. Mengambil hikmah mempelajari tradisi Islam Nusantara dengan benar. e. Berperilaku melestarikan tradisi Islam Nusantara dalam kehidupan seharihari dengan benar.