Boleh jadi, hari ini kita telah lupa. Bahwa
dulu, kita pernah diajari ustadz huruf alif, ba dan ta, yang hari ini kita
gunakan untuk mengeja alif ba ta kehidupan. Kumpulan bab dalam Jurumiyah,
fasal-fasal dalam Safinah, serta bait-bait beberapa kitab kuning yang sempat
kita akrabi, merupakan sebagian jejak yang tak mungkin kita hapus dari
rangkaian perjalanan hidup ini. Jalan apapun yang sedang kita telusuri hari
ini, tak bisa mengubah status kita, bahwa kita adalah santri.
Boleh jadi, hari ini kita belum masuk dalam
jajaran orang-orang yang berhasil, yang setiap hari namanya dibanggakan banyak
orang, kehadirannya ditunggu, kesalehannya menentramkan, hartanya berlimpah,
ilmunya menerangi banyak orang dan seterusnya. Tetapi, itu bukan alasan untuk
menjauh dari pesantren. Barangkali, hal ini terjadi, salah satunya karena kita
terlalu jumawa pada diri sendiri, lalu lupa terhadap guru-guru kita di
pesantren.
Dulu, kita pernah sama-sama merasakan sedihnya
jauh dari orang tua, lapar, terkucil bahkan merasa “terbuang” karena dimasukan
ke “penjara suci” ini. Bukankah, saat itu yang menenangkan kita adalah
sahabat-sahabat dan guru-guru yang hari ini kita lupakan?
Tentu saja, masalah yang ditemukan saat
menjadi santri, tak serupa dengan masalah dan beban hidup yang hari ini kita
alami, tetapi marilah kita coba untuk menenangkan diri dan mencari keberkahan
dengan berkumpul bersama sahabat-sahabat dan guru-guru kita, yang dulu selalu
mampu menenangkan dan mencairkan suasana.
Berbagai beban hidup yang menimpa, masalah yang
menjerat, hiruk-pikuk perpolitikan yang menyita perhatian, pertikaian yang
tumbuh karena beda pilihan politik, kita buang sejauh mungkin. Mari kita
menangkan diri dan mendulang keberkahan dari silaturahmi dan berkumpul dengan
orang-orang saleh. Bismillah.
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?