Guru kencing berdiri, murid kencing
berlari. Demikian kata pepatah. Bahkan, ada yang memodifikasinya menjadi
seperti ini, “Guru kencing berdiri, murid mengencingi guru”. Ungkapan ini
menggambarkan kepercayaan masyarakat kita, yang memberikan posisi sangat
penting terhadap seorang guru dalam “membentuk” muridnya. Masyarakat kita
percaya, bahwa jika gurunya baik, maka murid akan lebih mudah menjadi baik.
Sebaliknya, jika gurunya buruk, maka murid akan lebih buruk dari gurunya.
Seiring berjalannya waktu, tantangan
bagi guru terus berubah. Apa yang dihadapi para guru saat menjadi murid, tak
lagi sama dengan apa yang dihadapi muridnya hari ini. Informasi yang diterima anak-anak
saat ini sangat berlimpah. Dukungan teknologi sangat mudah diakses. Lingkaran
pergaulan meluas, bahkan cenderung tak berbatas.
Dalam kondisi demikian, para guru
harus mampu menyesuaikan diri. Posisi sentral mereka yang telah diamanatkan
masyarakat dan negara, harus dipertahankan dengan baik. Meski bukan lagi jadi satu-satunya
sumber informasi, kehadiran mereka harus tetap dinanti. Para guru harus mampu
menjadi sosok yang senantiasa layak digugu dan ditiru. Sosok yang pantas
diberi kepercayaan untuk mencetak generasi penerus bangsa yang ideal.
Seperti dijelaskan Namin AB Ibnu Solihin, setidaknya ada sepuluh hal yang
harus dimiliki para guru masa kini, agar senantiasa menjadi guru yang ideal.
Guru yang senantiasa dinanti, dibutuhkan dan tidak dicampakkan.
Pertama, memiliki rasa
cinta terhadap profesi. Ini mutlak dibutuhkan. Tanpanya, para guru hanya akan
menjadi karyawan yang melakukan rutinitas dengan perasaan tertekan, tanpa
motivasi. Murung menghadapi Senin, riang saat akhir pekan menjelang. Setiap
hari datang terlambat, pulang dengan cepat. Setiap malam memimpikan kondisi
yang dimiliki orang lain.
Kedua, senantiasa
menumbuhkan religiusitas. Para guru harus memiliki keyakinan, bahwa mendidik
adalah salah satu pengabdian kepada Tuhan, yang dilakukan dengan cara melayani
sesama. Apapun yang dilakukan terkait pekerjaan, akan dimintai
pertanggungjawaban. Benar dan salah, baik dan buruk, semuanya bernilai. Setiap
saat, selalu memperbaiki kualitas kesalehan. Baik kesalehan individual, maupun
sosial. Memiliki hubungan baik dengan Tuhan, sesama manusia dan alam raya.
Ketiga, menjadi
pribadi pembelajar. Para guru tak boleh berpuas diri dengan pengetahuan dan
keahlian yang sudah dimiliki. Minat untuk mempelajari banyak hal, harus terus
dipupuk. Tertutama yang berkaitan dengan profesinya. Kompetensi harus terus
diasah dan dikembangkan, agar tidak tumpul dan usang.
Keempat, berpikir
terbuka. Guru yang memiliki pemikiran tertutup, akan cenderung anti terhadap perubahan,
alergi pada inovasi. Sebaliknya, guru yang berpikir terbuka akan senantiasa
memiliki kreatifitas tak terbatas, rajin berinovasi dan senang terhadap perubahan
yang positif.
Kelima, menyukai
tantangan. Guru tak boleh memble dan loyo menghadapi tantangan. Tantangan harus
dijadikan fasilitas untuk meningkatkan kinerja dan kompetensi yang dimiliki.
Keenam, pandai
berkomunikasi. Keahlian berkomunikasi menjadi hal wajib yang harus dimiliki
para guru. Keahlian ini harus terus ditingkatkan. Baik komunikasi menggunakan
lisan, tulisan, grafis, maupun audio visual.
Ketujuh, bersahabat
dengan buku. Mau tidak mau, guru harus rajin baca buku. Tanpa baca buku,
pengetahuan dan pemikiran tak akan berkembang. Bagi guru, baca buku menjadi
kebiasaan, berkunjung ke perpustakaan menjadi bagian dari liburan dan beli buku
sudah masuk dalam daftar kebutuhan. Pendapatan yang diperoleh dari profesi
sebagai guru, harus disisihkan untuk belanja buku.
Kedelapan, mahir
menggunakan teknologi. Guru masa kini harus akrab dengan teknologi. Dengannya, pekerjaan
semakin mudah. Kebermanfaatan seorang guru akan bertambah. Tanpa ditunjang
dengan keahlian ini, guru akan tertinggal dan cenderung ditinggalkan.
Kesembilan, pandai
memanfaatkan keterbatasan. Setiap keterbatasan yang ada pada diri sendiri,
lembaga maupun lingkungan, harus senantiasa dijadikan pelecut untuk melakukan
perbaikan dan lompatan besar. Bukan dijadikan alasan untuk berhenti berproses.
Kesepuluh,
berorientasi masa depan. Guru harus senantiasa berpikir ke depan, tidak hanya
menari-nari dalam romantika masa lalu. Guru harus mampu mengantarkan muridnya
sebagai anak zaman.
Jika para guru memiliki sepuluh hal
ini, kehadirannya akan senantiasa dibutuhkan dan tak lekang oleh zaman. Saat
berbagai profesi sudah mulai ditinggalkan dan tergantikan oleh mesin, guru akan
senantiasa bertahan.
Wallahu A’lam
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?