Usia tiga tahun masih sangat
tergolong muda. Sedang belajar melangkah. Sesekali terseok, bahkan terjatuh. Lalu
berusaha bangkit dengan tertatih, sembari mencari pegangan. Begitulah usia pernikahan
kita. Baru tiga tahun, tak lebih.
Cerita perjalanan kita
tak istimewa. Biasa saja. Layaknya kisah cinta manusia biasa lainnya, yang tak menyemburkan
gemerlap cahaya kemewahan. Cinta kita hanya dibumbui hal-hal yang remeh temeh. Diskusi
kita hanya seputar uang kontrakan dan angsuran. Tetapi, itulah yang membuat aku
selalu mencintaimu. Kita memang terlahir dan hidup biasa saja.
Kita telah sepakat
untuk senantiasa tumbuh bersama dan saling memberi makna. Saling menopang
ketika jatuh. Saling mengingatkan dikala lupa. Saling mengisi dalam kebaikan. Tentu
saja, senantiasa saling menyayangi dan mencintai.
Rumah tangga yang
sedang kita bangun, akan senantiasa kita rawat dengan cinta. Jika ada yang
rusak, kita perbaiki bersama. Apapun yang terjadi, kita jaga dengan segenap
kemampuan.
Maafkan aku yang tak
sempurna menafkahimu. Keputusan kita untuk sama-sama berkiprah di luar rumah,
membuat tugasmu kian berat. Tetapi, seperti janji kita, keluarga yang utama.
Aku bukan rajamu yang
harus terus terlayani. Kamu bukan bawahanku yang harus tertindas. Kita akan
tumbuh bersama dan saling memberi makna.
Semoga kita senantiasa
dilimpahi cinta, keberkahan, kesehatan, dan kebahagiaan.
Katakan pada Nadhira, keluarga adalah segalanya. Cinta adalah perekatnya.
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?