Langsung ke konten utama

Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara: Materi PAI Kelas IX


1.       Pendahuluan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta didik diharapkan mampu menjelaskan alur perjalanan dakwah Islam di Nusantara dengan benar, menunjukkan cara-cara dakwah Islam di Nusantara dengan benar, menyebutkan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara dengan benar dan mengambil hikmah kehadiran Islam di Nusantara dengan benar. Materi ini disesuaikan dengan perkembangan peserta didik jenjang SMP Kelas IX, kebutuhan mereka dan alokasi waktu dan sumber relevan yang tersedia.

2.       Peta Konsep


Bisa juga disimak penjelasan video berikut:


      Alur Perjalanan Dakwah Islam di Nusantara

Indonesia dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Padahal jika kita melihat sejarah lahirnya agama Islam yang dibawa para nabi, Indonesia tidak begitu dikenal. Namun, berkat kegigihan para dai dan ulama, perkembangan Islam di Nusantara begitu pesat sampai saat ini. Lalu, bagaimanakah alur perjalanan dakwah di Nusantara?

Sejak zaman Prasejarah, penduduk Nusantara dikenal   sebagai pelayar-pelayar tangguh yang sanggup mengarungi samudra lepas. Menurut catatan sejarah, pada awal Masehi, sudah ada jalur pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di Asia Tenggara.               

Wilayah Nusantara yang menjadi lintasan penting perdagangan adalah wilayah Nusantara bagian barat, yakni Malaka dan sekitarnya. Daerah tersebut sudah terkenal sejak zaman dahulu       karena kaya akan hasil bumi. Daerah tersebut kemudian menjadi perlintasan para pedagang Cina dan India.

Sementara itu,  pelabuhan-pelabuhan   penting  di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1  dan ke-7 M sering disinggahi pedagang dari Lamuri (Aceh),                Barus, Palembang, Sunda Kelapa, dan   Gresik. Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah                 pada abad ke-7                 Masehi (abad   ke-1 Hijriyah). Malaka menjadi pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi sekaligus berdakwah menyebarkan agama Islam.

 

Teori-toeri Masuknya Islam Ke Nusantara

Ada beberapa teori yang mencoba mengungkap bagaimana masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara, yaitu: teori Gujarat (India), teori Mekkah, teori Persia, dan teori China.

a.       Teori Gujarat (India) 

Teori ini menyatakan Islam datang ke Nusantara bukan langsung dari Arab melainkan melalui India pada abad ke-13. Dalam teori ini disebut lima tempat asal Islam di India yaitu Gujarat, Cambay, Malabar, Coromandel, dan Bengal (Hasbullah, 2001: 9).

Sebelum Islam sampai ke Indonesia, banyak orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India. Dari sana, selanjutnya Islam menyebar ke Indonesia (Nusantara). Baru setelah itu, datanglah orang-orang Arab yang melanjutkan Islamisasi di Indonesia. Orang-orang ini menemukan kesempatan baik untuk menunjukkan keahlian organisasinya sehingga mereka banyak yang bertindak selaku ulama, penguasa-penguasa agama dan sultan yang sering bertindak sebagai penegak pembentukan negerinegeri baru.


b.      Teori Mekkah

Menurut teori Mekah, proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari       Mekah atau Arab. Terjadi pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Para pedagang          dari Timur Tengah                memiliki misi dagang dan dakwah sekaligus. Bahkan, motivasi dakwah menjadi pen dorong utama mereka dating ke Nusantara. Orangorang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad saw. yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif” di depan namanya. Menurut para ahli sejarah, jalur perdagangan antara Indonesia Arab telah berlangsung jauh sebelum Masehi.

 

Teori arab merupakan salah satu teori yang biasa dijelaskan dalam penulisan sejarah. Teori ini disebut juga dengan teori Timur Tengah yang dipelopori oleh beberapa sejarawan, di antaranya adalah Crawfurd, Keijzer, Naimann, de Hollander, dan juga ada beberapa sejarawan Indonesia seperti Hasjmi, Al-Attas, Buya Hamka, Hoesein Djajadiningrat, dan Mukti Ali.

 

Penting diketahui, bahwa Coromandel dan Malabar, menurut Arnold bukanlah satu-satunya tempat Islam dibawa ke Nusantara. Islam di Indonesia juga dibawa oleh para pedagang dari Arab. Para pedagang Arab ini terlibat aktif dalam penyebaran Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak awal abad ke-7 dan ke- 8 M. Asumsi ini didasarkan pada sumber-sumber China yang menyebutkan bahwa menjelang perempatan ketiga abad ke-7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab Muslim di pesisir barat Sumatera.

Bahkan, beberapa orang Arab ini telah melakukan perkawinan campur dengan penduduk pribumi yang kemudian membentuk inti sebuah komunitas Muslim yang para anggotanya telah memeluk agama Islam. Teori ini semula dikemukakan oleh Crawfurd yang mengatakan bahwa Islam dikenalkan pada masyarakat Nusantara langsung dari Tanah Arab, meskipun hubungan bangsa Melayu-Indonesia dengan umat Islam di pesisir Timur India juga merupakan faktor penting.

 

Berdasarkan teori Arab dari Buya Hamka yang tertulis dalam historiografi Indonesia, dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi yang mendasarkan teori pada berita China dari zaman Tang. Dalam catatan Tionghoa dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M tepatnya di wilayah Sumatera dalam perkembangan perdagangan maritim Kerajaan Sriwijaya dengan dukungan dari mubaligh dan pedagang-pedagang muslim. Hamka memberikan argumentasi bahwa Gujarat hanya sebagai tempat singgah, sedangkan Mekkah atau Mesir adalah sebagai tempat pengambilan ajaran Islam. Adapun masuknya Islam ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu:

 

 

c.       Teori Persia

Selain teori India dan teori Arab, ada lagi teori Persia. Teori Persia ini menyatakan bahwa Islam yang datang ke Nusantara ini berasal dari Persia, bukan dari India dan Arab. Teori ini didasarkan pada beberapa unsur kebudayaan Persia, khususnya Syi’ah yang ada dalam kebudayaan Islam di Nusantara. Di antara pendukung teori ini adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Ini merupakan alasan pertama dari teori ini. Berdasarkan analisis sosio-kultural, terdapat titik-titik kesamaan antara yang berlaku dan berkembang di kalangan masyarakat Islam Indonesia dengan di Persia. Misalnya, perayaan Tabut di beberapa tempat di Indonesia, dan berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar, ada kesamaan dengan ajaran Sufi al-Hallaj dari Iran Persia. Dia mendasarkan analisisnya pada pengaruh sufisme Persia terhadap beberapa ajaran mistik Islam (sufisme) Indonesia. Ajaran manunggaling kawula gusti Syeikh Siti Jenar merupakan pengaruh dari ajaran wahdat al-wujud al-Hallaj dari Persia.

 

Alasan kedua, penggunaan istilah bahasa Persia dalam sistem mengeja huruf Arab, terutama untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajaran Al-Qur’an. Jabar (Arab-fathah) untuk menghasilkan bunyi “a” (Arab; kasrah) untuk menghasilkan bunyi “i” dan “e”; serta pes (Arab, dhammah) untuk menghasilkan bunyi “u” atau “o”. Dengan demikian, pada awal pelajaran membaca Al-Qur’an, para santri harus menghafal alifjabar “a”, alifjer “i” dan alif pes “u”/”o”. Cara pengajaran seperti ini, pada masa sekarang masih dipraktekkan di beberapa pesantren dan lembaga pengajian AlQur’an di pedalaman Banten. Juga, huruf sin tanpa gigi merupakan pengaruh Persia yang membedakan dengan huruf sin dari Arab yang bergigi.

 

Ketiga, peringatan Asyura atau 10 Muharram sebagai salah satu hari yang diperingati oleh kaum Syi’ah, yakni hari wafatnya Husain bin Abi Thalib di Padang Karbala. Di Jawa dan juga di Aceh, peringatan ini ditandai dengan pembuatan bubur Asyura. Di Minangkabau dan Aceh, bulan Muharram disebut dengan bulan Hasan-Husain. Di Sumatera Tengah sebelah barat, ada upacara Tabut, yaitu mengarak ‘keranda Husain’ untuk dilemparkan ke dalam sungai atau perairan lainnya. Keranda tersebut disebut dengan Tabut yang berasal dari bahasa Arab.

 

d.      Teori China

 

Sebenarnya, peranan orang China terhadap Islamisasi di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Banyaknya unsur kebudayaan China dalam beberapa unsur kebudayaan Islam di Indonesia perlu mempertimbangkan peran orang-orang China dalam Islamisasi di Nusantara, karenanya ”teori China” dalam Islamisasi tidak bisa diabaikan. Dalam tulisan-tulisan Jawa klasik, disebutkan bahwa tokoh-tokoh besar semacam Sunan Ampel (Raden Rahmat/ Bong Swi Hoo) dan Raja Demak (Raden Fatah/Jin Bun) merupakan orang-orang keturunan China. Pandangan ini juga didukung oleh salah seorang sejarawan Indonesia, Slamet Mulyana, dalam bukunya yang kontroversial, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya negaranegara Islam di Nusantara. Denys Lombard juga telah memperlihatkan besarnya pengaruh China dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia, seperti makanan, pakaian, bahasa, seni bangunan. dan sebagainya. Lombard mengulas semua ini dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya yang terdiri dari tiga jilid.

 

Teori ini menjelaskan bahwa etnis Cina Muslim sangat berperan dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori Arab, hubungan Arab Muslim dan Cina sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah. Dengan demikian, Islam datang dari arah barat ke Nusantara dan ke Cina bersamaan dalam satu jalur perdagangan. Islam datang ke China di Canton (Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan datang ke Nusantara di Sumatera pada masa kekuasaan Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa tahun 674 M berdasarkan kedatangan utusan raja Arab bernama Ta cheh/ Ta shi ke kerajaan Kalingga yang di perintah oleh Ratu Sima.

Agama Islam berkembang di Indonesia disebarkan oleh berbagai golongan, yakni para pedagang, mubalig, sufi, dan para wali. Para wali menyebarkan Islam di Nusantara, khususnya di tanah Jawa.

Di antara sekian banyak                wali, yang terkenal adalah Wali  Songo (Wali Sembilan). Berikut ini adalah                uraian   setiap    Wali       Songo.

1). Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi, yang diduga berasal dari Persia dan berkedudukan di Gresik.

2). Sunan Ampel atau Raden Rahmat, berkedudukan di Ampel, Surabaya.

3). Sunan Bonang atau   Raden   Maulana Makdum Ibrahim, putra dari Raden Rahmat (Sunan      Ampel).  Ia tinggal di Bonang, dekat                Tuban.

4). Sunan Giri atau Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih yang semula bernama              Raden Paku, berkedudukan di             Bukit Giri, dekat                Gresik.

5). Sunan Drajat atau Syarifuddin, juga putra dari Sunan Ampel dan berkedudukan di Drajat, dekat Sedayu, Surabaya.

6). Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah atau Syeikh Nurullah berasal dari Pasai, sebelah utara Aceh yang berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon.

7). Sunan Kudus               atau Ja’far Sodiq, putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngandung di Jipang Panolan, berkedudukan di Kudus.

8). Sunan Kalijaga, nama aslinya Raden  Mas Syahid. Beliau adalah putra                Tumenggung Wilatikta, Bupati Tuban     yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak.

9). Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra dari Sunan Kalijaga berkedudukan di Gunung Muria, Kudus.

 

4.       Cara-Cara Dakwah di Nusantara

Para da’i dan mubalig menyebarkan Islam di Nusantara dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Perdagangan

Proses penyebaran Islam melalui jalur perdagangan dilakukan oleh para pedagang muslim padaabad ke-7 sampai abad      ke-16     M. Para pedagang tersebut berasal dari Arab, Persia, dan India. Jalur perdagangan saat itu menghubungkan Asia Barat,       Asia Timur,          dan        Asia        Tenggara.

Para       pedagang muslim menggunakan kesempatan itu untuk berdakwah menyebarkan agama Islam. Mereka memiliki akhlak mulia, santun, dapat dipercaya dan jujur. Hal inilah yang menjadi daya tarik sehingga banyak penduduk Nusantara secara sukarela masuk       Islam.    Banyak pedagang muslim            yang singgah      dan                bertempat          tinggal di Indonesia. Sebagian ada yang tinggal sementara ada pula yang menetap di Indonesia. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan muslim.

 

b. Perkawinan

Sebagian pedagang Islam tersebut ada yang menikah dengan wanita pribumi, terutama putri bangsawan atau putri raja. Dari pernikahan itu, mereka mendapat keturunan. Disebabkan pernikahan itulah, banyak keluarga bangsawan atau raja masuk Islam. Sehingga para pedagang tersebut menetap dan membentuk perkampungan muslim yang disebut Pekojan. Perkampungan Pekojan banyak dijumpai di beberapa kota di Indonesia hingga saat ini.

 

c. Pendidikan

Para mubalig mendirikan lembaga pendidikan Islam di beberapa wilayah Nusantara. Lembaga pendidikan Islam ini berdiri sejak pertama kali             Islam     masuk   di Indonesia. Nama lembaga-lembaga pendidikan Islam itu berbeda di tiap daerah.   Di Aceh misalnya, lembaga-lembaga pendidikan Islam di sana dikenal dengan nama meunasah, dayah, dan          rangkang. Di Sumatra Barat, dikenal        adanya surau.   Di Kalimantan,   dikenal dengan nama langgar. Sementara, di Jawa, dikenal dengan pondok pesantren. Di sanalah, berlangsung pembinaan, pendidikan dan kaderisasi bagi calon kiai dan ulama. Mereka tinggal di pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Setelah menamatkan pendidikan pesantren, mereka kembali ke kampong masing-masing  untuk    menyebarkan    Islam.    Melalui cara        inilah,    Islam     terus berkembang menyebar ke daerah-daerah yang terpencil.

 

d. Hubungan Sosial

 

Para mubalig yang menyebarkan Islam di Nusantara pandai dalam menjalin hubungan sosial dengan masyarakat. Mereka yang telah tinggal menetap di Nusantara aktif membaur dengan masyarakat melalui      kegiatan-kegiatan                sosial.    Sikap     mereka                santun, memiliki               kebersihan jasmani dan rohani, memiliki kepandaian yang tinggi, serta dermawan.             Silaturahmi,        bekerja                sama, gotong-royong     mereka                lakukan                bersama penduduk Nusantara dengan tujuan menarik simpati agar masuk Islam. Pada kesempatan tertentu, mereka menyampaikan ajaran Islam dengan cara bijaksana, tidak memaksa dan merendahkan. Islam mengajarkan persamaan hak dan derajat bagi semua manusia karena kemuliaan manusia tidak ditentukan oleh kastanya melainkan karena ketakwaannya kepada Allah Swt. Islam juga mengajarkan umatnya untuk saling membantu, yang kaya membantu yang miskin, yang kuat membantu yang lemah dan saling meringankan beban orang lain. Dengan demikian, ajaran Islam makin mudah diterima oleh penduduk Nusantara.

e. Kesenian

Sebelum Islam  datang, kesenian dan     kebudayaan       Hindu-Buddha   telah mengakar kuat      di tengah-tengah                masyarakat. Kesenian tersebut tidak dihilangkan tetapi justru digunakan sebagai sarana dakwah. Cabang-cabang  seni        yang      dikembangkan  para       penyebar            Islam     di antaranya adalah seni bangunan, seni pahat dan ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Seni bangunan, misalnya masjid, mimbar, dan           ukiran-ukirannya            masih    menunjukkan  otif-motif              seperti  yang      terdapat              pada      candi-candi                Hindu    atau       Buddha. Motif tersebut dapat   dilihat pada Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan di Cirebon, Masjid Agung Banten,            dan        Masjid  Baiturrahman    di            Aceh.    Demikian pula dengan pertunjukan wayang kulit. Mereka tidak pernah meminta upah untuk menggelar pertunjukan, penonton atau pengunjung gratis menyaksikan pertunjukan tersebut. Penonton hanya diminta agar mengikutinya mengucapkan “Dua Kalimat Syahadat”. Hal ini berarti para penonton telah masuk Islam. Sebagian besar cerita wayang kulit dikutip                dari        cerita     Mahabharata     dan Ramayana, namun sedikit   demi sedikit       dimasukkan nilai-nilai ajaran                Islam.

 

5.       Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara

a. Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara

 

Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara) dan Sejarahnya – Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa kejayaannya.

 

Semakin berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar abad ke 13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara saat itu. Banyak pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok masuk ke nusantara.

 

Para pedagang-pedagang Islam ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Semakin tersebarnya agama Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara saat itu.

 

Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air.

 

b. Kerajaan Islam Pertama di Indonesia

Beberapa kerajaan Islam tertua di tanah air yang menjadi bukti jejak peninggalan Islam dan masih bisa disaksikan hingga hari ini di antaranya ialah Kerajaan Perlak (840-1292), Kerajaan Ternate (1257), Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521), Kerajaan Gowa (1300-1945), Kesultanan Malaka (1405-1511), Kerajaan Islam Cirebon (1430-1677), Kerajaan Demak 1478-1554), Kerajaan Islam Banten (1526-1813), Kerajaan Pajang (1568-1586), dan Kerajaan Mataram Islam (1588-1680).

 

c. Kerajaan Islam di Jawa

  • Kerajaan Demak
  • Kerajaan Banten
  • Kesultanan Cirebon

d. Kerajaan Islam di Maluku

  • -          Kerajaan Jailolo
  • -          Kerajaan Ternate
  • -          Kerajaan Tidore
  • -          Kerajaan Bacan

 

e. Kerajaan Islam di Sulawesi

-           Kesultanan Buton

-          Kesultanan Banggai

-          Kerajaan Gowa Tallo

-          Kerajaan Bone

-          Kerajaan Konawe

 

f. Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur

- Kesultanan Bima

- Kesultanan Sumbawa

- Kerajaan Dompu

 

g. Kerajaan Islam di Kalimantan

- Kerajaan Selimbau

- Kerajaan Mempawah

- Kerajaan Tanjungpura

- Kerajaan Landak

- Kerajaan Tayan

- Kesultanan Paser

6. Mengambil Hikmah dari Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara

     Berikut beberapa hikmah yang bisa dipetik dari mempelajari Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara:

  1. Pedagang Islam dari luar Nusantara yang telah berdakwah menyiarkan ajaran Islam di bumi Nusantara memberikan nuansa baru bagi perkembangan kepercayaan yang sudah ada. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berkembang dan tatanan kehidupan menjadi lebih baik.
  2. Karya para ulama berupa karangan buku-buku dan produk ilmiah lainnya sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.
  3. Kesuksesan para penyebar agama Islam dalam berkarya dan membangun masyarakat Islam patut diteladani.
  4. Khazanah kebudayaan Islam di Nusantara dalam berbagai bentuk, seperti dalam bentuk (arsitektur) bangunan tempat ibadah, tempat ziarah semakin memperkaya budaya Nusantara.
  5. Mendakwahkan Islam harus dengan keramahan dan bijaksana serta membiasakan masyarakat Islam bersikap konsisten.
  6. Memanfaatkan peninggalan sejarah, baik berupa makam, masjid, dan peninggalan lainnya untuk dijadikan tempat ziarah (pembelajaran) demi mengingat perjuangan mereka.
  7. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktekkan tingkah laku yang penuh keteladanan sebagai ulama pendahulu di nusantara ini dalam mempertahankan harga diri serta tanah air dari penjajahan.
  8. Mengajarkan sikap tetap bersatu, rukun, dan bersama-sama mempertahankan negara Indonesia dari ancaman luar maupun dalam negeri.
  9. Menyadari bahwa perjalanan sejarah perlu dijadikan sebagai pemikiran dan peneladanan orang-orang yang beriman terutama keteladanan dan perjuangan para ulama untuk dipraktekkan oleh generasi mendatang dalam menentukan masa depan umat dan masyarakat. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan PAI SMP Kelas 9 Lengkap

Pada postingan ini akan dibagikan informasi mengenai materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti bagi kelas 9 SMP secara lengkap. Dari mulai bab pertama sampai dengan terakhir, sesuai dengan yang tercantum dalam buku paket siswa dan Kompetensi Dasar yang dirilis oleh Kemendikbud. Untuk menuju materi yang dimaksud, bisa langsung diklik dalam daftar isi berikut ini: Bab 1 Meyakini Hari Akhir, Mengakhiri Kebiasaan Buruk Bab 2 Jujur dan Menepati Janji Bab 3 Menuai Keberkahan dengan Rasa Hormat dan Taat kepada Orang Tua dan Guru Bab 4 Zakat Fitrah dan Zakat Mal Bab 5 Dahsyatnya Persatuan dalam Ibadah Haji dan Umrah Bab 6 Kehadiran Islam Mendamaikan Bumi Nusantara Bab 7 Meraih Kesuksesan dengan Optimis, Ikhtiar dan Tawakal Bab 8 Beriman kepada Qada' dan Qadar Berbuah Ketenangan Hati Bab 9 Mengasah Pribadi yang Unggul dengan Tata Krama, Santun, dan Malu Bab 10 Menyayangi Binatang dalam Syariat Penyembelihan Bab 11 Akikah dan Kurban Menumbuhkan Kepedulian Umat  Bab 12 Menelusuri Tradisi...

RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi Kelas 9

RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi bagi kelas 9 akan penulis bagikan secara gratis. Pengunjung dapat langsung mendownload RPP PAI SMP Kurikulum 2013 Edisi Revisi bagi kelas 9 dan RPP Selembar Kurikulum 2013 bagi kelas 9, pada link yang sudah disediakan di bagian bawah artikel ini. 

Materi PAI SMP Kelas 9: Menelusuri Tradisi Islam di Nusantara

1. Peta Konsep 2. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, peserta didik mampu: a. Menjelaskan tradisi  Nusantara sebelum Islam dengan benar. b. Menjelaskan Akulturasi budaya Islam dengan benar. c. Menjelaskan cara melestarikan tradisi Islam Nusantara dengan benar. d. Mengambil hikmah mempelajari tradisi Islam Nusantara dengan benar. e. Berperilaku melestarikan tradisi Islam Nusantara dalam kehidupan seharihari dengan benar.