Barangkali, salah satu
pekerjaan yang masih menjadi primadona bagi sebagian besar masyarakat kita,
adalah menjadi PNS. Ini pengalaman saya saat lulus menjadi PNS.
Setiap ada penerimaan
CPNS, selalu dibanjiri oleh pelamar. Dari berbagai latar belakang kehidupan,
pelamar berbondong-bondong memburu lowongan, yang biasanya sangat terbatas.
Berbagai cara dilakukan untuk memuluskan hasrat diterima. Ada yang fokus pada
persiapan materi ujian. Ada yang mendadak rajin ibadah. Ada yang sibuk mencari
dukun. Ada yang semangat mencari pejabat untuk dimintai bantuan. Bahkan, ada
yang rela menjual berbagai aset untuk melakukan sogok. Ya, begitulah. Lulus PNS
masih menjadi harapan banyak orang.
Pada kesempatan ini,
saya ingin berbagi tips, lebih tepatnya berbagi cerita agar bisa lulus menjadi
pegawai negeri.
Boleh jadi, lulus PNS itu dianggap sulit oleh banyak orang. Tetapi, lulus PNS dengan cara yang baik dan murni, itu tidak mustahil. Yang membuat terasa sulit adalah stigma yang sudah melekat di masyarakat, bahwa lulus PNS hanya milik kalangan tertentu: banyak uang, keluarga pejabat dan kelompok tertentu lainnya. Faktanya, semua memiliki kesempatan yang sama. Buktinya, saya bisa lulus jadi PNS pada tahun 2015, dan istri saya lulus pada tahun 2018. Padahal, kami hanyalah orang biasa. Tidak banyak uang, bukan keluarga penguasa.
Menjelang akhir tahun
2014, saya ikut mendaftar jadi CPNS. Eh, didaftarkan oleh sang calon istri.
Karena pada saat itu, saya belum tertarik jadi PNS dan cenderung menggandrungi
jenis pengabdian yang lain. Saya asyik mencibir orang-orang yang sibuk
menyiapkan lamaran, sambil menikmati status sebagai “aktivis kampus” yang
memiliki kesibukan sangat prestisius pada masanya: diskusi, baca buku, menulis, nongkrong,
terlibat dalam kegiatan sosial dan sesekali demonstrasi.
Singkat cerita, saya
dihubungi oleh sang calon pujaan hati. Bahwa saya didaftarkan online untuk
menjadi pegawai negeri. Sambil tertawa bersama sahabat-sahabat, saya
mengiyakan. Rencananya, pada saat ujian, kami sekaligus melakukan reuni
sambil wisata. Karena dijelaskan dalam website panitia, ujian akan dilaksanakan
di dekat Pantai Pangandaran.
Sayang, ternyata lokasi
ujian dipindah. Dengan beberapa alasan yang dijelaskan panitia, ujian dilaksanakan
di Bandung. Ah, tidak apa-apa, sekalian piknik ke kota. Begitulah pikiran saya
saat itu.
Proses yang ditempuh
setelah daftar online, adalah menyusun dan mengirimkan berkas lamaran ke
panitia. Bersama beberapa sahabat dan calon istri, saya menulis surat lamaran
yang dilampiri beberapa berkas pendukung. Seperti fotokopi ijazah terakhir, transkrip
nilai, KTP, KK dan pas foto terbaru. Berkas tersebut dikirim melalui kantor
pos. Waktu itu, biayanya sekitar Rp. 17.500, sebagai ongkos kirim dari Singaparna ke Kabupaten Pangandaran.
Sesuai jadwal yang
tertera dalam website panitia, tahap selanjutnya setelah mengirim berkas
lamaran, adalah menunggu pengumuman kelulusan sekaligus surat balasan dari
panitia. Amboi, saya lulus tahap pertama. Begitulah perasaan saya saat membuka
surat balasan. Ada sedikit perasaan terharu. Mungkin karena banyak teman yang
pada fase ini sudah berguguran.
Sejak inilah,
harapan menjadi PNS mulai tumbuh. Saya mulai browsing informasi terkait pegawai
negeri. Gaji dan fasilitasnya. Keuntungannya. Kelebihannya. Jenjang karirnya. Termasuk
alasan banyak orang yang memilih menjadi pegawai negeri. Harapan kian berlipat,
saat sadar usia sudah mulai menua. Saat itu, saya berumur dua puluh lima tahun.
Posisi yang sudah cukup untuk menikah. Ah, saya harus lulus, agar bisa segera
menikah, segera menjawab pertanyaan banyak orang dengan percaya diri, dan supaya tidak diragukan calon mertua. Demikian kesimpulan saya waktu itu.
Memiliki hobi membaca
buku, lumayan membantu. Saya tidak terlalu berat melakukan persiapan. Bahan bacaan
dan diskusi selama kuliah serta berorganisasi sangat mempermudah proses ini. Materi ujian
CPNS yang berkisar antaran wawasan kebangsaan, intelejensi umum dan
kepribadian, sedikitnya sudah dikuasai. Persiapan tambahan yang dilakukan
saat itu, adalah mengerjakan soal-soal hasil unduhan dari internet, diperkuat
dengan latihan mengerjakan aplikasi simulasi CAT yang disediakan BKN. Dengan alasan
keuangan, saya tidak membeli buku-buku CPNS, apalagi ikut kursus yang konon
harganya cukup mahal.
Selain persiapan
yang matang, hal yang sangat penting ditempuh adalah penuh kesungguhan dalam berdo’a
dan memohon do’a restu kepada orang tua. Dari dua hal ini, saya merasakan
banyak keajaiban yang tak terukur oleh nalar. Bukan hanya dalam proses menjadi
pegawai negeri, tetapi juga dalam berbagai kejadian lain yang saya alami selama
menelusuri perjalanan hidup ini.
Ketika saya memohon do’a
restu untuk melamar CPNS, orang tua sangat mendukung. Hal ini terdorong oleh
rasa “sakit hati” yang mungkin mereka rasakan, saat mendengar ucapan seseorang
yang ditujukan kepada saya sewaktu kuliah, “Percuma sekolah tinggi, kalau orang
tuanya tak berduit, pasti sulit mendapat kerja”. Kesungguhan orang tua dalam
mendo’akan, sangat terasa. Mereka sering bangun malam, berpuasa dan melakukan
ritual lain yang didedikasikan untuk kelulusan saya. Hal ini, semakin memompa
semangat untuk berjuang lebih keras. Saya ingin membuktikan pada banyak orang,
bahwa kami mampu.
Beberapa hari
menjelang pelaksanaan ujian, saya dihadapkan pada pekerjaan yang menumpuk. Waktu
dan konsentrasi tersita. Sangat sulit untuk melakukan persiapan dengan matang. Saat
itu saya bekerja sebagai pengajar sekaligus tenaga administrasi pada sekolah
milik guru di Pesantren. Entah kebetulan atau tidak, berbagai agenda
bermunculan ketika persiapan menghadapi tes dirasakan belum maksimal. Nyaris
putus asa dan menyerah. Pada kondisi itulah, saya bersandar sepenuhnya pada
Tuhan. Seluruh keringat dan konsentrasi yang tersita, didedikasikan sebagai
pengabdian pada guru. Terbersit dalam pikiran, bahwa hal itu mudah-mudahan
berbuah keberkahan yang mendorong keberhasilan.
Tibalah saatnya ujian.
Berangkat ke Bandung menggunakan sepeda motor. Baru sampai Garut, perjalanan
terhenti karena hujan lebat, angin kencang dan banyak petir. Akhirnya memilih
berteduh di sebuah mushola SPBU, sampai hujan reda. Baru bisa melanjutkan
perjalanan sekitar pukul 17:30 WIB. Sehingga, sampai di lokasi ujian sudah setengah sembilan malam dengan kondisi tubuh basah kuyup. Langsung mencari
tempat menginap, namun tak berhasil. Hingga akhirnya harus ikut istirahat di
mushola tempat pelaksanaan ujian.
Jam sepuluh pagi, saya
memasuki ruang ujian. Seluruh barang harus disimpan di luar. Hanya bisa membawa
KTP dan kartu peserta. Dada mulai berdegup kencang. Keyakinan pada kemampuan
berlipat, seraya memohon pertolongan pada Tuhan. Saat itu, saya ibaratkan
sedang berjalan di atas jembatan kayu yang berayun. Saya butuh pegangan. Dan
saya meyakini, dalam kondisi seperti itu tidak ada lagi yang bisa dimintai
pertolongan kecuali Tuhan.
Soal muncul di layar
monitor. Redaksinya banyak yang panjang. Sehingga, kita butuh strategi. Tidak usah
baca seluruh teks soalnya, langsung saja pada pertanyaan atau perintah
terakhir, lalu cari jawabannya dengan fokus. Pergunakan waktu dengan efektif. Tidak
usah hiraukan orang lain. Pilih soal yang betul-betul diyakini. Adapun soal
yang dirasa ragu, jawab dulu, sambil ditandai. Nanti, setelah semua terjawab,
periksa lagi soal yang diragukan tadi.
Saya tekan selesai. Beberapa
detik kemudian, nilai langsung muncul di layar. Totalnya 374. Angka keramat yang
mengantarkan saya lulus sebagai PNS. Alhamdulillah.
Sebetulnya, setelah proses ujian, perjuangan belum usai. Saya akan ceritakan pada kesempatan yang lain.
Bagi sahabat-sahabat yang masih memendam mimpi jadi PNS. Yakinlah, semua memiliki kesempatan yang sama untuk lulus PNS. Terkait biaya yang dikeluarkan sampai menerima SK CPNS, sahabat bisa dilihat di sini.
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?